Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring mempertanyakan upaya pemerintah dalam merealisasikan program 35.000 mega watt (MW) listrik untuk Indonesia.
Hingga Juli 2019, program tersebut baru terealisasi dan telah commercial operation date (COD) sekitar 11 persen atau 3.768 MW.
Selebihnya ada 87 persen atau sekitar 30.960 MW masih berstatus commited and on going, sisanya 2 persen atau 734 MW masih tahap perencanaan.
Hingga Juli 2019, program tersebut baru terealisasi dan telah commercial operation date (COD) sekitar 11 persen atau 3.768 MW.
Selebihnya ada 87 persen atau sekitar 30.960 MW masih berstatus commited and on going, sisanya 2 persen atau 734 MW masih tahap perencanaan.
Ia juga menekankan pentingnya road map dalam realisasi proyek pembangkit listrik tersebut. Legislator yang pernah berkarier di PT. PLN (Persero) ini juga mempertanyakan berapa lama waktu yang akan dihabiskan untuk menyukseskan proyek Kementerian ESDM bersama PLN tersebut.
Terlebih, jika proyek tersebut memakai pembangkit listrik geothermal atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Terlebih, jika proyek tersebut memakai pembangkit listrik geothermal atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
“Jangan terlalu ini (tergesa-gesa) dulu lah, yang penting ada road map-nya atau peta jalan menuju kesana. Kalau kita bicara soal besarnya potensi geotermal, iya, tetapi membangun geotermal itu lama.
Saya mengalami sendiri itu dulu. 5-6 tahun dibangun itu Cuma mendapat 25 MW, sementara kita bicara 35.000 lho, jadi ini akan pakai apa dibangunnya,” kata Tifatul usai mengikuti rapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian ESDM dan Plt. Dirut PLN di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi yang mempertanyakan target penyelesaian program 35 ribu MW, serta kapasitas yang dimiliki Indonesia jika sudah program tersebut sudah terealisasi.
Ia juga mendorong Kementerian ESDM dan PT. PLN menyertakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ke dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028.
Ia juga mendorong Kementerian ESDM dan PT. PLN menyertakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ke dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028.
“Selesainya kapan 35 ribu MW? Pada tahun selesainya semua 35 ribu MW, berapa total kapasitas yang kita punya, apakah sudah cukup. Saya ingin himbau kepada Dirjen Ketenagalistrikan, saya ingin pastikan apakah PLTN sudah masuk disitu (RUKN dan RUPTL), dan sudah memasukkan share nuklir sudah mencapai 10 persen pada 2050,” tanya Kartubi.
Legislator F-NasDem ini menyayangkan besarnya porsi Independen Power Producer (IPP) dibanding PLN dalam pelaksanaan program pembangkit listrik tersebut. Dari total 35 ribu MW, 26,6 MW pembangkit listrik dibangun oleh IPP sementara PLN hanya sekitar 8,8 MW.
“Coba usahakan deh, PLN itu punya kemampuan lebih besar lagi membangun pembangkit listrik ini. IPP pasti untung besar, mestinya yang punya prospek untung prioritas pertamanya PLN dulu,” ungkapnya.
Berkaitan dengan hal ini, Dirjen Gatrik Kementerian ESDM menyampaikan bahwa pembinaan dan pengawasan telah dilakukan, termasuk monitoring dan evaluasi setiap 4 bulan melalui rapat bersama PLN dengan menginventarisasi kendala yang dihadapi PLN dan IPP.
Selain itu, pihaknya juga telah menugaskan PLN untuk segera menyelesaikan kendala agar proyek mencapai target COD, sesuai dengan RUPTL PLN yang telah ditetapkan. (alw/es)
Selain itu, pihaknya juga telah menugaskan PLN untuk segera menyelesaikan kendala agar proyek mencapai target COD, sesuai dengan RUPTL PLN yang telah ditetapkan. (alw/es)
Sumber :