Bandung (10/5) - Pemerintah Provinsi Jawa Barat tertarik dengan pola pengolahan sampah Kota Chongqing, Tiongkok yang mengolah sampah dengan sistem yang ramah lingkungan dan menghasilkan energi terbarukan.
Hal itu bisa ditawarkan pada pemerintah kota dan kabupaten untuk bisa mengadopsi pengolahan sampah di kota besar yang setara dengan provinsi di Tiongkok tersebut.
Selain itu, pemerintah daerah pun bisa meniru upaya pemkot Chongqing dalam menanamkan budaya kebersihan mereka di kota tersebut.
Hal itu mengemuka pada pertemuan kedua belah pihak pemerintah antara Pemprov Jabar dan Pemkot metropolitan Chongqing pada penandatangan kesepahaman bersama MoU Sister Province di Hotel Wudu, Kota Chongqing, Senin (8/5/2017).
Gubernur Ahmad Heryawan (Aher) menuturkan, rencana kerja sama dalam mengatasi masalah persampahan tersebut memang di luar poin-poin yang mereka kemukakan. Namun dengan Sister Province kerja sama berbagai bidang bisa terwujud. Pada soal persampahan tersebut, pihak Chongqing bisa berinvestasi di Jabar atau share teknologi ke Jabar.
"Mereka memiliki permasalahan yang sama awalnya dengan kita tentang persampahan. Namun akhirnya mereka merubah perilaku masyarakat. Itu bisa masuk dalam kerja sama pembudayaan sosial juga. Dampak perubahannya sungai bersih,kemudian sampah tidak berserakan," ujar dia.
Yang menarik, kata Aher, tipping fee di Chongqing pun terhitung lebih rendah hanya butuh 60-65 Yuan per ton atau sekitar Rp 120.000 an lebih.
"Memang kalau untuk di Jabar sekarang untuk Chongqing bisa masuk ke dua TPPAS kita sudah tidak keburu, kan Nambo sudah ada pemenangnya. Legok Nangka juga sudah proses lelang, paling ya beberapa tahun kedepan bisa diterapkan, tapi saya dorong pemerintah kota dan kabupaten untuk bisa memanfaatkan pengolahan sampah dari Chongqing ini," kata dia.
Aher menegaskan, masalah pengolahan sampah merupakan urusan wajib Pemerintah kota/kabupaten, dan urusan pilihan pemprov.
Meski pilihan, pihaknya tetap serius karena sampah harus ditangani, jika tidak, akan jadi masalah berat lingkungan dan kesehatan.
Lebih jauh pada kerja sama pada Sister Province tersebut menuturkan, Heryawan mengakui kedua kali hadir ke Chongqing pada 2013 ketika mereka diajak perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi monorel. Menurut dia, perkembangannya cukup pesat. Dulu hanya 2-3 gerbong saat ini sudah bisa memproduksi hingga delapan gerbang.
"Kalau 2013 kita membuat rencana pembangunan monorel untuk kawasan bandung raya, tapi itu sama pusat dan diganti dengan LRT kerja sama dengan Tiongkok.
Untuk monorel, kami punya proyek baru pembangunan kawasan bandara dan aerocity dan kami bisa bekerja sama di aerocity untuk monorel ini. Kerja sama ini tidak hanya satu bidang kerja sama tapi lewat sister province kita bisa kerja sama untuk lebih jauh lagi,"ucap dia.
Wali Kota Chongqing Zhang Guoqing mengatakan, pihaknya siap membantu Jabar jika berminat mengunakan atau transfer informasi terkait pengolahan sampah.
"Ya di sini sampah juga sempat jadi permasalahan tapi kami sudah bisa menanganinya,"ujar dia.
Selebihnya, Zhang mengklaim mengetahui kalau Jabar sangat berminat terhadap monorel. Pihaknya pun menyambut baik keinginan Ahmad Heryawan karena monorel seperti Chongqing ini sangat cocok untuk kota metropolitan.
"Perkembangan tahun ini kami banyak menguasai teknik monorel termasuk penelitian, iptek, rancangan, dan termasuk produk yang berkaitan dengan sistemnya. Termasuk pembangunan dan proyeknya serta pengoperasiannya. Jadi yang kita bisa kaji tidak hanya ssitem peralatan akan tetapi seluruh set pengoperasian monorel. Jadi rancangan bisa kita jalankan kalau milih monorail Chongqing," kata dia.
Dia mengklaim monorel buatannya memiliki banyak kelebihan di antaranya bisa nanjak kuat, tapi ini cocok untuk yang naik turun. Yang kedua mudah untuk berbelok. Jangka waktu untuk proyek monorel tidak terlalu lama dan biaya monorel relatif rendah serta pengoperasiannya juga mudah sekali.
"Apabila Indonesia/ Jabar milih monorel untuk masalah trans, kami akan kasih dukungan sebesar-besarnya," katanya.
Sumber :