Anggota Komisi I DPR RI Jazuli Juwaini
saat di wawancara wartawan di
Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta,
Selasa (11/2/2020). Foto : Sofyan/Man
|
Anggota Komisi I DPR RI Jazuli Juwaini menanggapi wacana pemulangan 689 WNI eks ISIS ke Indonesia.
Menurutnya, persoalan itu bukan perkara sederhana karena menyangkut orang-orang yang sejak awal memilih keluar dari Indonesia.
Bahkan, menjadi kombatan ISIS yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Menurutnya, persoalan itu bukan perkara sederhana karena menyangkut orang-orang yang sejak awal memilih keluar dari Indonesia.
Bahkan, menjadi kombatan ISIS yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
“Kita tidak boleh gegabah, orang-orang ini kan pernah secara demonstratif merobek paspor Indonesia dan menyatakan bergabung dengan ISIS, tentu ini harus menjadi perhatian serius,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu kepada wartawan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Ia menegaskan, pemulangan 689 WNI eks ISIS berbeda dengan evakuasi WNI dari Wuhan pasca mewabahnya virus Corona. “Mahasiswa atau pekerja (di Wuhan) yang terjebak kita perlu evakuasi, harus jadi prioritas.
Tetapi kalau orang yang sudah menyatakan apalagi secara atraktif merobek paspor Indonesia dan bergabung dengan ISIS, saya kira ini tidak boleh disederhanakan persoalannya,” ujarnya.
Tetapi kalau orang yang sudah menyatakan apalagi secara atraktif merobek paspor Indonesia dan bergabung dengan ISIS, saya kira ini tidak boleh disederhanakan persoalannya,” ujarnya.
Sebagai negara berdaulat, lanjut Jazuli, Indonesia memiliki kewajiban melindungi kedaulatan dan keselamatan warga negara dari ancaman paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk itu, menurutnya, Pemerintah harus mampu memilih dan memilah skala prioritas WNI yang harus dijaga dan diselamatkan dari bahaya dan ancaman. Dalam hal ini, profiling menjadi penting, mana yang terlibat dan yang menjadi korban.
Untuk itu, menurutnya, Pemerintah harus mampu memilih dan memilah skala prioritas WNI yang harus dijaga dan diselamatkan dari bahaya dan ancaman. Dalam hal ini, profiling menjadi penting, mana yang terlibat dan yang menjadi korban.
Lebih lanjut, ia menilai Pemerintah Indonesia dan PBB perlu berkoordinasi. Menurutnya, PBB adalah pihak yang paling netral untuk melakukan karantina dan deradikalisasi kepada eks ISIS.
“Saya melihat PBB harus turun tangan karena kalau tidak salah di Suriah ini yang bergabung dari berbagai macam negara itu ada 10 ribuan, maka untuk mengkaratina mereka diperlukan sebagai hak-hak hidup manusianya perlu dilindungi dan juga diberikan pendidikan sampai mereka betul-betul terbebaskan pemikiran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945,” imbuhnya. (ann,sal/sf)
“Saya melihat PBB harus turun tangan karena kalau tidak salah di Suriah ini yang bergabung dari berbagai macam negara itu ada 10 ribuan, maka untuk mengkaratina mereka diperlukan sebagai hak-hak hidup manusianya perlu dilindungi dan juga diberikan pendidikan sampai mereka betul-betul terbebaskan pemikiran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945,” imbuhnya. (ann,sal/sf)
Sumber :