Jakarta (17/09) — Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyoroti sejumlah persoalan strategis dalam sektor perbankan nasional yang perlu diantisipasi ke depan. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat terkait kondisi perbankan dan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas.
Menurut Anis, terdapat paradoks dalam kondisi perbankan saat ini. Secara kasat mata terlihat sehat, namun data yang dipaparkan menunjukkan adanya pergeseran tren yang cukup mengkhawatirkan. “Ada tekanan pada margin akibat kenaikan biaya dana.
Jadi di permukaan memang tampak sehat, tetapi di bawahnya ada tantangan yang tidak boleh diabaikan,” ujarnya.
Salah satu isu utama yang disoroti adalah efektivitas penyaluran surplus likuiditas menjadi kredit produktif, terutama bagi sektor korporasi dan UMKM yang saat ini justru menunjukkan perlambatan. “Apakah injeksi dana dari pemerintah hanya akan menciptakan jebakan likuiditas, atau benar-benar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi?” tanya Anis.
Selain itu, Anis juga mengingatkan soal tantangan profitabilitas perbankan. Kompetisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang semakin ketat memicu kenaikan biaya dana, sehingga berpotensi menekan Net Interest Margin (NIM).
Kepada OJK, Anis menekankan pentingnya langkah mitigasi terhadap tren Non-Performing Loan (NPL) di sektor UMKM yang terus meningkat. Ia juga mempertanyakan strategi OJK dalam mendorong perbankan agar lebih optimal menyalurkan dana ke sektor riil, alih-alih menumpuk aset berimbal hasil rendah.
Lebih jauh, Anis menyoroti dinamika perbedaan kinerja antar kelompok bank, terutama antara bank BUMN dan bank swasta (KCBA). Ia menekankan perlunya pengawasan yang seimbang, agar stabilitas sistem perbankan tetap terjaga.
“Bagaimana OJK memastikan bahwa kebijakan intervensi, termasuk injeksi dana dari pemerintah kepada Himbara, benar-benar menjadi solusi jangka panjang dan tidak sekadar menjaga rasio likuiditas semata?” pungkasnya.
Sumber :