Di sela-sela acara doa bersama dengan ratusan guru pendidikan anak usia dini (Guru PAUD), yang diselenggarakan di Masjid Al Falah, Pondok Pinang, Jakarta Selatan, 15 Januari 2019, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menjaring aspirasi dan keluhan mereka.
Sebagaimana diketahui, Guru PAUD yang terhimpun dalam Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) saat ini tengah mengajukan judicial review UU. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Mereka melakukan judicial review sebab dirasa kesetaraan antara Guru PAUD formal dan non-formal belum setara. Akibat belum adanya kesetaraan maka hak-hak Guru PAUD non-formal terabaikan.
Kondisi yang demikian membuat Guru PAUD non-formal tidak mendapatkan hak yang sesuai dengan amanat undang-undang seperti memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum, jaminan kesejahteraan sosial, dan tidak pernah memperoleh kesempatan untuk mengembangkan serta meningkatkan kualifikasi akademik serta kompetensi.
Untuk itulah mereka dalam uji materi yang diajukan menghendaki pengertian guru harus mencakup pendidikan PAUD formal dan PAUD non-formal. Menyikapi organisasi yang mepunyai anggota sebanyak 385.000 orang itu, HNW berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) menerima judicial review yang diajukan oleh HIMPAUDI.
“Ini tuntutan yang sederhana, keadilan dan kesetaraan hak guru-guru PAUD formal dan non-formal”, ujarnya. Wakil Ketua Badan Wakaf Pondok Modern Gontor itu berdoa semoga mata hati hakim MK dibukakan Allah untuk mengambil keputusan yang adil.
Pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu mengingatkan apabila persoalan ini tidak tuntas di periode pemerintahan saat ini, dirinya berjanji memperjuangkan aspirasi para Guru PAUD non-formal di periode yang akan datang.
Disampaikan kepada mereka, ia akan memastikan pada tahun 2020, UU Tentang Sisdiknas akan dimasukan dalam prioritas Prolegnas untuk dikoreksi guna memasukkan dan menyetarakan Guru PAUD formal dan non-formal sama-sama dilindungi negara.
HNW menegaskan agar kita jangan mendiskriminasikan antara Guru PAUD formal dan non-formal karena posisinya keduanya sebenarnya setara . Dirinya heran mengapa dalam undang-undang turunannya tentang guru dan dosen tidak masuk dalam definisi, setara, sehingga terjadi ketidakadilan.
“Saya pikir sudah tepat diajukan ke MK, apakah hal itu tidak bertentangan dengan konstitusi UUD NRI 1945?” paparnya.
Diingatkan lagi, anak-anak usia dini saat ini berada dalam dua kondisi. Mereka yang keluarganya tidak mampu, berada dalam kondisi tumbuh kembang yang tidak normal, seperti stunting. Sementara yang keluarganya mampu, anak-anaknya ‘dirampok’ oleh internet dan gadget.
Hal demikian menurutnya memerlukan hadirnya pihak-pihak yang betul-betul bisa memberikan alternatif pendidikan yang baik, seperti PAUD. Dan PAUD ini membutuhkan guru-guru yang berdedikasi. “Para guru inilah yang saat ini menuntut penyetaraan haknya,” ujarnya.
Sumber :