Negeri ini kembali berduka. Rentetan bencana seakan menyambangi, silih berganti. Belum selesai satu bencana, timbul lagi bencana lain. Lagi, lagi dan lagi. Kejadian ini, mirip dengan peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Meskipun, jika mau jujur, semua yang terjadi merupakan akibat tangan kita sendiri. Karena Allah sudah mengingatkan, bahwa telah, dan akan terus nampak kerusakan di darat dan lautan bersebab ulah tangan manusia.
Sayangnya, dalam hal ini, sebagian kita menjadi seperti orang yang buta dan tuli. Tidak mau belajar dari kejadian masa lalu, sehingga terjerambab berulang kali dalam kesalahan yang sama. Tentu, ini hal yang sangat menyedihkan.
Belum usai duka Sinabung, bersambung ke derita banjir bandang Manado. Tak berselang lama, banjir menyapu sebagian wilayah negeri ini, tak terkecuali, jantung negeri ini, Jakarta, ikut terendam. Mulai kedalaman 10 hingga 300-an senti meter. Belum lagi, yang terjadi di Jawa Barat, Jawa tengah dan daerah lain.
Ekses dari banjir ini, selain kerugian triliunan rupiah, juga rusaknya banyak fasilitas. Baik milik pribadi, maupun milik umum. Sebagaimana terjadi di Subang, dimana jalan Pantura terputus sehingga menyebabkan macetnya kendaraan di sepanjang jalur itu. Tak tanggung-tanggung, kemacetan hingga 5 hari bahkan lebih. Di Ibu Kota, amblesnya jalan TB. Simatupang yang menghubungkan Jakarta dengan Tangerang menyebabkan kemacetan parah sehingga sepeda motor pun dianjurkan untuk masuk ke jalan tol.
Jika mau mendata secara detail, maka akan memerlukan berlembar-lembar kertas, bahkan berjilid-jilid buku. Dan tak mungkin selesai dalam bilangan hari.
Namun, di antara kumpulan bencana derita itu, kita masih harus tetap bersyukur. Karena bencana, adalah jalan lain untuk menunjukkan kepedulian. Banyak yang bertikai ketika aman, namun ketika bencana terjadi, karena kesamaan nasib, dan kesadaran hati, akhirnya berdamai dan saling gotong royong. Bersebab bencana, banyak pihak yang kemudian terketuk untuk mengulurkan tangan.
Entah itu atas nama pribadi, LSM, parpol, TNI, Polri, pemerintah-pemerintah daerah setempat juga pemerintah pusat.
Sebut saja misalnya, yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera. Partai nomor urut 3 dalam Pemilu 2014 ini, menjadi yang terdepan dalam aksi tanggap bancana. Kader-kadernya yang tersebar di segenap penjuru negeri, selalu terdepan dalam membantu korban bencana. Uniknya, merek tak hanya turun tangan ketika mendekati pemilu. Mereka seperti memiliki semangat panjang untuk terus peduli.
Sebut saja misalnya, ketika tahun 2014 ini banjir kembali menyapa warga Ibu Kota, puluhan Posko Tanggap Banjir didirikan. Bukan sekedar bendera atau baliho yang nangkring, tapi ribuan relawan diturunkan untuk menolong warga Jokowi ini. Aneh sebenarnya, karena para relawan itu, sejatinya adalah korban banjir juga. Rumah mereka juga tergenang banjir, pun dengan keluarga dan kerabat mereka. Inilah yang kemudian membuat masyarakat semakin simpati pada partai ini. Sebut saja misalnya, komentar salah seorang warga di Bidara Cina Jatinegara, "PKS adalah rumah kami. Ada musibah maupun tidak ada musibah, PKS selalu membantu dan melayani warga. Terima kasih, PKS.”
Tidak hanya di Jakarta, ketika lima kecamatan di Kudus terendam air bah pun, ketika relawan lain belum ada yang mengulurkan tangan bantuannya, relawan PKS sudah bersegera menaiki perahu kecil berdayung untuk memberikan bantuan kepada korban.
Bantuan-bantuan ini, tak hanya berbentuk makanan. Namun juga selimut, pengobatan gratis dan juga hiburan-hiburan untuk korban bencana. Para relawan-relawannya pun tidak hanya dari kader laki-laki yang kuat dan berotot, tapi juga kaum ibu-ibu dengan membawa serta anak-anaknya. Sebut saja satu contoh, di wilayah Jakarta Barat, ada lima orang wanita paruh baya yang tengah menenteng nasi bungkus untuk dibagikan kepada korban banjir di wilayah Wijaya Kusuma RW o5 Jakarta Barat ini.
Akhirnya, kita tak pernah mengharapkan bencana. Kita juga tidak menghendaki oknum yang memenfaatkan bencana untk kepentingan pribadi maupun golongannya. Maka, kehadiran PKS dengan cintanya, untuk terus bekerja mewujudkan harmoni, adalah sepenggal harap. Harap yang akan terus kita tiup, hingga tercapai Indonesia yang aman, damai dan berlimpah ampun dari Sang Maha Pengampun.
Negeri ini, memang tengah berduka. Namun, PKS telah berupaya sebisa mereka untuk mengobatinya. PKS, kami mencintaimu, sebagaimana kalian mencintai negeri ini. [Faris Usmani]
Sumber :