Kedekatan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Abraham Samad dengan partai banteng moncong putih itu disebut-sebut yang membuat kinerja KPK tak lagi ampuh pada sejumlah kasus skandal korupsi yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta (non aktif) Joko Widodo (Jokowi).
Setumpuk bukti memperlihatkan bagaimana Samad meramu cantik hubungan romantisnya dengan PDI-P, termasuk dengan para petinggi partai tersebut, sebut saja Jokowi, Tjahyo Kumolo, Puan Maharani, bahkan Megawati Soekarnoputri. Samad juga terbukti menghadiri pertemuan resmi partai yang diselenggarakan PDI-P, bukan cuma sekali, tapi berkali-kali.
KPK sudah seharusnya steril dari hal berbau politik agar tidak mencederai kredibilitas penegakan hukum korupsi. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, KPK justru menjadi pion penting di arena politik praktis dengan meletakkan Samad sebagai Ketua Umum KPK untuk 'nongkrong’ di kubu PDI-P.
Keberadaan Samad jelas sangat berarti bagi di PDI-P. Diantaranya adalah Samad mampu mengamankan Jokowi dari kasus-kasus yang melibat Gubernur DKI Jakarta non aktif itu. Sebut saja kasus bus Transjakarta, Gratifikasi, Monorail, KJS, hingga Waduk Ria Rio. Samad juga disebut-sebut sebagai pahlawan yang sukses mengantarkan Jokowi sebagai Capres dengan nomor urut 2 tanpa sedikitpun ‘tercolek’ skandal korupsi.
Lebih dari sekedar menyelamatkan Jokowi yang diduga terlibat sederet skandal korupsi, kedekatan antara Joko Widodo yang mantan Walkot Solo dan kini tengah menjabat Gubernur DKI dengan Abraham Samad yang duduk sebagai penegak hukum korupsi dapat mencerminkan sebuah asumsi baru di masyarakat, yakni Jokowi akan dinilai publik bersih korupsi, karena logikanya tidak mungkin pemberantas korupsi bisa akrab dengan koruptor. Sungguh sebuah trik cerdas untuk sebuah pencitraan baru bagi Jokowi.
Satu lagi manuver Samad yang cukup cerdik namun sayangnya lebih dulu terbongkar ke ranah publik, yaitu pertemuannya yang dilakukannya secara diam-diam dengan Jokowi di Bandara Adisucipto, Jogjakarta, pada 3 Mei lalu. Namun belum lagi tuntas pertemuannya dengan Jokowi tiba-tiba diketahui oleh media. Samad terkejut, Jokowi apalagi. Tapi bukan Abraham Samad namanya jika tak pandai berkelit. Dengan entengnya ia menyebut bahwa pertemuannya dengan Jokowi terjadi tidak disengaja.
Kemampuan Samad dalam bermanuver patut diacungi jempol. Jika saja ia tidak masuk ranah politik, niscaya publik akan mempercayainya sebagai ‘Dewa Pemberantas Korupsi’. Semua kasus skandal korupsi dibantainya tanpa kenal ampun, tapi tidak untuk Jokowi. Tugas Samad menyelamatkan Jokowi dari sederet skandal korupsi hingga mengantarkan Jokowi ke kursi Capres selesai dengan sukses gemilang.
Sebelumnya, banyak tokoh yang berteriak untuk masalah ini. Ribuan mahasiswa pun telah turun ke jalan mendesak KPK mengusut Jokowi, tapi Samad tak peduli. Samad lebih memilih duduk berdekatan dengan Megawati dari pada membersihkan lembaga dan dirinya dari cipratan busuknya ambisius manusia. KPK bisa saja dijual Samad dengan harga-harga yang telah disepakati. Kredibilitas KPK saat ini tidak lagi sementereng dulu, sebelum dikotori oleh napsu nepotisme seorang Abraham Samad.
“Sebaiknya Ketua KPK Abraham Samad fokus menyelesaikan tugas pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika selama ini dia berkomunikasi dan bertemu dengan politisi, jelas dia telah mencederai kredibilitas KPK, dan dengan terang benderang melanggar kode etik KPK,” ujar Dahnil Anzar yang juga penggiat anti korupsi di Serang, beberapa waktu lalu.
Samad dan KPK dalam kamuflasenya motto-nya berkata, "Berani Jujur Hebat". Namun ketika kejujuran itu hanya omong kosong dan ketika amanah itu hanya bualan dan dongeng jelang tidur, maka sampai pada titik ini, tak ada lagi yang dapat diharapkan dari Samad yang kini telah terjerembab dengan ambisinya. Sementara kredibilitas KPK telah tergadai oleh napsu syahwat ambisi, uang, dan kekuasan yang hina.
Sumber :
Sumber :