Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid memgungkaplan peran tokoh Islam dari Riau yang sumgguh besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Sultan Syarif Kasim II, raja dari Kerajaan Siak Sri Indrapura menghibahkan mahkota dan hartanya (emas) senilai 13 juta gulden atau sekarang setara Rp 1,4 triliun kepala Presiden Soekarno.
Ini menunjukkan bahwa Sultan Syarif Kasim II memang tokoh Islam yang sangat peduli dengan kemerdekaan Indonesia. Buktinya, pada 1946, setelah Indonesia merdeka, Sultah Syarif Kasim datang ke Jakarta dengan membawa mahkotanya menemui Bung Karno. Kepada Presiden Soekarno, ia menyerahkan mahkotanya dan menegaskan bahwa Kerajaan Siak Sri Indrapura menjadi bagian NKRI, serta memberikan sumbangan tersebut.
Hidayat Nur Wahid menceritakan hal itu ketika membuka sosialisasi Empat Pilar MPR di Aula Masjid Al Ihsan Boarding School di Desa Kubang, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Sabtu siang (17/3/2018).
Sosialisasi yang diselenggarakan MPR bekerjasama dengan Majelis Pesantren dan Mahad Dakwah Islam (Mahadi) Riau ini diikuti 400 peserta terdiri dari para santri, guru-guru pesanteran, dan tokoh masyarakat dari kabupaten Kampar dan Provinsi Riau.
Pengorbanan yang luar biasa diberikan oleh seorang raja dan juga tokoh Islam itu menjadi salah satu bukti bahwa antara Islam dan Indonesia tidak ada pertentangan. Tidak seperti anggapan mereka yang menganut Islam Phobia yang menganggap Islam Anti Pancasila. Tapi kenyataannya, justru Islam punya andil besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Selain pengorbanan yang diberikan oleh Sultan Syarif Kasim II, Hidayat Nur Wahid juga menunjuk peran dan jiwa besar tokoh Islam yang tergabung tim sembilan dalam menentukan dasar negara Indonesia. Dan juga peran tokoh Partai Islam Masyumi, Mohamad Natsir dalam mengembalikan bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jadi jasa umat Islam dalam memerdekakan Indonesia ini sangat besar. Maka Hidayat Wahid sangat setuju dengan ungkapan Bung Karno yang mengatakan, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (jas merah). Dalam konteks peran umat Islam, kata Hidayat Nur Wahid, jangan sekali-kali hilangkan jasa umat (jas hijau).
Lebih lanjut Hidayat menjelaskan, MPR menyelenggarakan sosialisasi ini tujuannya untuk mengingatkan, jangan sampai negara indonesia ini terpecah belah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. "Kalau Indonesia sampai terpecah, nggak bisa dibayangkan akan melahirkan tragedi yang sangat besar," ujar Hidayat Nur Wahid.
Kegiatan sosialisasi ini ditujukan kepada semua pihak untuk mengenalkan beragam hal. Bak pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Supaya sayang maka Indonesia perlu dikenalkan. Seperti "Bumi Lancang Kuning" Riau, misalnya, lahir pengorbanan yang besar. "Kalau sudah kenal makan akan sayang," katanya.
Pada kegiatan sosialisasi di Pondok Pesantren Al Ihsan Boarding School, selain Hidayat Nur Wahid, juga tampil sebagai narasumber adalah anggota MPR/DPR dari dapil Riau Drs. Chairul Anwar.
Sumber :