Jakarta (25/07) -- Kecelakaan fatal disektor transportasi laut dan penyeberangan serta kemacetan parah pada arus balik menjadi catatan khusus Raker Evaluasi Penyelenggaraan Mudik 2018.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo yang ikut serta pada raker evaluasi tersebut juga memberikan catatan terkait kurangnya sosialisasi sistem one way yang mengakibatkan kemacetan dan menjadi evaluasi pada mudik tahun ini.
"Sistem one way way sepanjang 294 km dari Tegal hingga Cawang tersebut melanggar UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PP No.15 tahun 2005 tentang Jalan Tol yang merupakan turunan dari UU N0.38 tahun 2004 tentang Jalan," jelas Sigit.
Kebijakan one way tersebut, kata Sigit, juga tidak disosialisasikan secara massif kepada masyakarat. Akibatnya, masarakat yang sudah terlanjur antre digerbang tol terpaksa merasakan tidur diarea jalan tol dan merasakan kemacetan parah sehingga waktu tempuh bertambah 6-8 jam.
"Kami mengerti kepolisian mencoba menangani masalah kemacetan di tol, cuma karena tidak ada sosialisasi dan tidak melalui perencanaan, kebijakan ini justru berpotensi melanggar UU," ungkap Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi PKS ini.
Dalam Raker yang juga dihadiri oleh Menhub Budi Karya Sumardi dan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, Sigit juga memberikan catatan terkait lemahnya pengawasan pemerintah terhadap penyelenggaraan pelayaran.
Akibatnya, lanjut Sigit, kecelakaan transportasi laut dan penyeberangan yang kerap terjadi diduga akibat pembiaran Kemenhub terhadap berbagai pelanggaran aturan pelayaran oleh operator.
"Kasus kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba dan KM Lestari Maju di Selayar adalah bukti lemahnya pengawasan dan pembinaan pemerintah atas penyelenggaraan pelayaran yang dikelola pemda. Jika kemenhub masih lemah dalam pengawasan dan pembinaan, kecelakaan kapal tenggal tingga tunggu waktu saja. Saya banyak mendapat laporan bahwa SDM di Kemenhub tidak mampu menyakinkan pemda dan operator pelayaran di daerah untuk memenuhi aspek keselamatan pelayaran,” kata Sigit.
Sigit meyebutkan, keseriuskan Kemenhub dalam pembinaan dan pengawasan aspek keselamatan harus tercermin dalam politik anggaran pemerintah.
"Dalam RKA KL jangan sampai anggaran pembinaan dan pengawasan dipangkas dengan alasan penghematan. Pembinaan dan pengawasan ini tugas utama pemerintah sebagaimana diatur UU, jadi tidak bisa diabaikan," lanjutnya.
Melihat seriusnya masalah tersebut, Sigit meminta Kemenhub untuk mengawasi operator pelabuhan agar focus melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
"Semua stakeholder transportasi air perlu focus pada tugasnya sesuai dengan yang diatur UU demi terjaminnya keamanan, keselamatan, kelancaran moda transportasi laut, sungai, danau dan penyebrangan. Jangan sampai tidak focus dan ngurus core bisnis yang lain seperti yang dilakukan Pelindo yang mengancam pengguna tanah HPL untuk membayar sewa ke Pelindo. Mana ada tugas Pelindo memungut sewa tanah HPL. Fokus saja pada pengelolaan dan pengusahaan pelabuhan sebagaimana diatur dalam UU Pelayaran,” tegas Sigit.
Atas berbagai permasalahan tersebut, Komisi V mendesak pemerintah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran baik laut, sungai, danau dan penyeberangan. Salah satunya dengan dengan penegakan hukum terhadap penggunaan kapal yang tidak memenuhi standar keselamatan dan peruntukannya. Termasuk pengawasan terhadap ketersediaan peralatan keselamatan dan kelaiklautan kapal. Kinerja pembinaan dan pengawasan jadi lemah. sekali lagi kalau kita tidak serius, kecelakaan laut Yang tragis hanya tinggal tunggu waktu saja.
Sumber :