Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X / Foto- Arsip Fraksi PKS DPR RI |
Jakarta (25/04) — Sikap pemerintah atas Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja yang merevisi pasal-pasal substantif dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dikritik oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih.
Dia mengungkapkan, setidaknya ada 10 pasal dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang diubah dan dihapus di dalam draf RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR.
“Sebelum bicara pasal apa saja, kita harus konsisten pada kesepakatan awal, bahwa revisi UU Sisdiknas dibahas terpisah,” kata Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia melanjutkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020, revisi atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas merupakan undang-undang tersendiri dan merupakan usulan pemerintah.
“Keputusan ini disepakati oleh pemerintah sendiri yang dihadiri Menteri Hukum dan HAM dalam rapat dengan Badan Legislasi DPR RI saat penentuan Prolegnas,” imbuh Fikri.
Dia merujuk pada kesimpulan hasil rapat antara Baleg DPR RI dengan Menkumham serta pimpinan Panitia Perancangan Undang-Undang (PPUU) DPD RI pada tanggal 16 Januari 2020.
Selain itu, dalam rapat-rapat penentuan Prolegnas di Komisi X sebelumnya, Fikri mengungkap bahwa sebenarnya Komisi X DPR RI menginginkan agar revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas tetap menjadi usulan DPR.
“Masuk di prolegnas jangka Panjang, tapi tidak prioritas 2020,” katanya.
Namun, kemudian dalam rapat penentuan di Baleg tersebut pemerintah yang mendesak agar revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tetap masuk di prioritas 2020, dengan pihak pemerintah sebagai pengusul.
“Kini, baik RUU Cipta Lapangan Kerja maupun Revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, keduanya merupakan Prolegnas, pembahasan mestinya di masing-masing Panja, jangan tumpeng tindih,” tegasnya.
Seperti diketahui, Fraksi PKS DPR sejak awal menyuarakan penolakan atas RUU Cipta Kerja yang draftnya telah beredar luas dan malah menimbulkan kontraversi.
Terakhir, fraksi oposisi ini juga menolak membahas RUU tersebut di Baleg DPR dan beranggapan bahwa tidak tepat DPR dan pemerintah membahas RUU Omnibus Law cipta kerja di saat negara dan masyarakat sedang fokus berjuang melawan pandemi COVID-19.
Sumber :