Jakarta (24/03) – Wakil Ketua Komisi X, Abdul Fikri Faqih menolak dengan tegas kedatangan Timnas U-20 Israel. Penolakan ini memiliki alasan yang jelas, yaitu konstitusi, penyerangan Israel baru-baru ini, dan posisi PBB dan Amnesty Internasional terhadap Israel.
Menurut Faqih, posisi DPR adalah sebagai pendengar aspirasi masyarakat, public choice. Oleh karena itu, dengan mendengar diskursus yang ada di masyarakat, posisi DPR menjadi tegas untuk menolak kedatangan Timnas U-20 Israel ini.
“DPR dan Parlemen adalah Public Choice, kita perlu mendengar yang ada di masyarakat. Kami sebagaimana Pak Menko PMK tetap berpegang pada konstitusi undang-undang dasar negara Republik Indonesia alinea pertama yang menyebutkan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
Posisi Israel lah yang ditentang karena baru-baru ini Israel menyerang langsung di jalur Gaza yang menyebabkan banyak korban berjatuhan, dan bahkan saat ini masih dicap melakukan politik apartheid oleh PBB. Hal inilah yang sedang berkembang di masyarakat sekarang,” ujar Wakil Ketua Komisi X ini.
Menurut Faqih, penolakan ini merupakan bentuk kekonsistenan dari DPR sebagai pendengar aspirasi masyarakat. Menurutnya juga, penolakan ini tidak ada bedanya dengan kasus Rusia yang ditolak untuk datang dalam agenda World Cup 2022.
“Kita harus konsisten. Parlemen merupakan public choice, banyaknya aspirasi di masyarakatlah yang kami suarakan, tidak bisa kami tidak dengarkan atau tidak respon. Kemudian, posisi ini juga kami ambil karena ada pembenaran terkait konstitusi, sikap Amnesty dan PBB terhadap Israel, dan jika ambil kasus di World Cup Qatar, Rusia juga dilarang karena menyerang Ukraina,” ungkap Faqih.
Menanggapi perbedaan pendapat antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, menurut Faqih harus dihindari. Dasar kita sudah jelas yaitu konstitusi, dan konstitusi sejalan dengan penolakan Timnas U-20 Israel.
“Jangan sampai kita terpeca belah karena sikap kita yang tidak konsisten. Sesuai yang dinyatakan Menko PMK, dasar kita adalah konstitusi. Oleh karena itu, sikap kita harus jelas. Jangan sampai terpecah belah antara pemerintah dan daerah karena permasalahan ini,” tanggap Faqih.
Bagi Faqih, agar kejuaraan World Cup U20 dapat dilaksanakan dengan baik di Indonesia, maka perlu sinkronisasi dan solidaritas untuk menyikapi perbedaan pendapat yang ada. Masyarakat harus didengar, jangan didiamkan.
“Solidaritas kita perlu dijaga, sikap PBB, Amnesty Internasional semua sudah jelas. Dengarkan aspirasi dari masyarakat juga dari pemerintah daerah yang menjadi lokasi perlu didengarkan. Saran inilah yang perlu didengar pemerintah agar agenda kompetisi U-20 dapat dijalankan,” tutup Faqih.
Sumber :