Sering kita mendengar ada oknum Anggota Dewan meminta jatah dana aspirasi yang berhasil digolkan dengan perantara dia.
Dengan alasan bukan untuk kepentingan pribadi dan macam-macam alasan lainnya, setengah memaksa untuk meminta bagian dari penyaluran dana aspirasi tersebut.
Kemudian karena si penerima merasa berhutang budi, maka harus ada balas jasa, sehingga terjadilah transaksi sunat menyunat yang dilakukan atas dasar suka sama suka.
Begitu juga dalam birokrasi ketika ada eksekusi berbagai proyek pembangun fisik atau non fisik, seringkali dijumpai pemotongan siluman. Artinya pihak si penerima tidak utuh menerima uang yang seharusnya diterima, sementara harus mau menandatangani kwitansi sejumlah uang yang tidak sama dengan yang diterima. Hal seperti ini sudah menjadi menjadi budaya, berurat berakar, mendarah daging dan bertulang sumsum di tengah-tengah masyarakat kita.