JAKARTA – Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia harus memimpin dalam menangani krisis kemanusiaan Myanmar. Indonesia perlu menggalang solidaritas internasional untuk Rohingya.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta menyampaikan hal ini melalui akun Twitternya @anismatta, Ahad (17/5) malam.
Hal ini dilatarbelakangi banyak warga Rohingya yang dibunuh, dianiaya, dan disingkirkan karena kondisi ras, etnis, agama, atau kepercayaan mereka. Penanganan krisis ini, kata Anis, memiliki tantangan tersendiri karena banyak dilema di dalamnya.
“Banyak dilema dalam krisis Rohingya. Ada dimensi sosial dan ekonomi di dalamnya. Memberi penghidupan bagi ratusan ribu orang tidak mudah,” katanya.
Wakil Ketua DPR RI tahun 2009-2013 itu mengungkapkan sebelum peristiwa datangnya pengungsi Rohingya, Pemerintah Indonesia mempunyai pengalaman menangani pengungsi dari negara lain. Pada periode 1970-an hingga 1996 terdapat fenomena “Manusia Perahu”, yaitu ribuan warga Vietnam mengungsi ke Pulau Galang, dekat Batam, karena perang.
“Pada peristiwa ‘Manusia Perahu’, ada proses penampungan, edukasi, hingga re-settlement (pemukiman kembali) ke negara-negara yang bersedia menampung. Saat itu pemerintah membutuhkan effort (usaha) besar dan waktu yang lama untuk mengelola para pengungsi,” ungkapnya.
Namun, lanjut Anis, berbeda dengan fenomena “Manusia Perahu” Vietnam, saat ini Pemerintah Myanmar tidak sedang berperang. Krisis Rohingya terjadi akibat diskriminasi dan kekerasan SARA.
Anis menyebut Pemerintah Myanmar menutup diri terhadap krisis Rohingya, terlihat dari penolakan mereka menghadiri pertemuan regional membahas hal tersebut di Thailand, akhir Mei 2015.
“Akhirnya, ini soal kemanusiaan. Terakhir yang menolong satu kelompok pengungsi hingga mendarat di Langsa, Aceh, adalah nelayan. ‘Orang Biasa’ tanpa pertimbangan politik macam-macam. Tentu kemampuan terbatas, tetapi mereka sudah melakukan sesuatu,” ujar Anis mengapresiasi aksi warga terhadap kedatangan imigran Rohingya di Aceh awal Mei 2015.
Politisi asal Bone, Sulawesi Selatan itu mengingatkan krisis Rohingya dapat berkembang menjadi masalah keamanan regional. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia harus berperan aktif menangani krisis tersebut. Tidak hanya tentang kemanusiaan, tetapi juga kepentingan menjadikan kawasan Indonesia kondusif dalam hal stabilitas keamanan dan pertumbuhan ekonomi.
“Krisis ini akan tumbuh berdimensi global karena kita tahu, krisis serupa juga terjadi di pesisir Eropa dengan gelombang pengungsi dari Afrika, khususnya Libya. Inilah ujian besar kita, yaitu krisis kemanusiaan di seluruh dunia. Bebasnya arus manusia dalam globalisasi juga membawa konsekuensi ‘globalisasi pengungsi’. Semoga kita lulus dari ujian besar ini,” tutupnya.
Seperti diketahui, pada Senin (11/5), sekitar 600 pengungsi Rohingya memasuki perairan Indonesia secara ilegal. Mereka terdampar di Aceh setelah kapal yang mereka tumpangi kehabisan bahan bakar. Sekitar 50 orang kini dirawat pemerintah Negeri Serambi Makkah karena kelaparan akut. [pks.id]
Sumber :