Jakarta. Dua peristiwa penting sepanjang Mei dan Juni yakni Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) dan Hari Lahir Pancasila (1 Juni) merupakan titik kisar yang sangat menetukan dalam sejarah pembentukan negara dan bangsa, yang memberi ruh dan nafas kebangsaan Indonesia.
Hal itu disampaikan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini, dalam sambutannya di acara pengumuman dan penyerahan hadiah Lomba Penulisan Kebangsaan Fraksi PKS, di ruang Aula Fraksi PKS, Gedung Nusantara 1, Komplek DPR RI, Jakarta, Rabu (3/6).
“PKS, sepanjang tahun, di dua tanggal itu, selalu menjadikannya sebagai momentum untuk membangkitkan semangat kebangsaan di sepanjang tahun berikutnya. Bukan menjadikannya sekadar seremonial dan simbolistik tapi benar-benar menjadikannya momentum reaktualisasi nilai-nilai kebangsaan dalam denyut nadi kehidupan masyarakat khususnya di kalangan kader dan simpatisan PKS,”
kata Jazuli dalam siaran persnya kepada dakwatuna.com, Rabu (3/6).
Jazuli memaparkan, jika tahun-tahun sebelumnya PKS menggelar kegiatan antara lain nominasi 100 tokoh pemuda perubahan, dialog kebangsaan, silaturahim dengan tokoh bangsa dan anak cucunya, kali ini PKS melalui FPKS menggelar lomba penulisan kebangsaan.
Melalui lomba ini, lanjut Jazuli, PKS ingin menggali inspirasi dari seluruh anak bangsa tentang jati diri dan karakter kebangsaan Indonesia, sekaligus ingin membuktikan bahwa semangat, wawasan, dan konsepsi kebangsaan Indonesia tidak benar-benar hilang. Ia tetap bersemayaman dalam benak dan harapan generasi penerus.
“Hasilnya terbukti dan mencengangkan sekaligus menggembirakan bagi kami di PKS. Lebih dari 1500 naskah (tepatnya 1526 naskah) membanjiri alamat email panitia, datang dari Sabang hingga Meurauke. Lebih menakjubkan, membaca naskah mereka betapa nasionalisme, kebangsaan, dan kebanggaan (dignity) sebagai bangsa menyala-nyala dalam tulisan mereka,” ungkapnya.
Politisi PKS asal Banten itu melanjutkan, membaca naskah yang sebagian besar datang dari pelajar, mahasiswa, bahkan ibu rumah tangga, PKS merasa negeri ini punya harapan besar untuk kembali menjadi bangsa yang besar, dengan konsepsi besar, yang lahir dari tokoh-tokoh besar yang diakui dunia kala itu.
Betapa tidak, ujar Jazuli, dari naskah yang masuk banyak yang bercerita tentang narasi besar bangsa ini, banyak yang jernih membaca platform kebangsaan kita yang tertuang dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Misalnya, sambung Jazuli, banyak yang mengulas betapa bangsa Indonesia semestinya menjadi bangsa yang relegius dengan mengambil nalar sila pertama pancasila dan pasal 29 ayat (1) “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Bukan saja menolak paham sekularisme (pemisahan agama dan negara) tapi negara juga memberi ruang agar nilai-nilai agama termanifestasi dalam kehidupan bernegara.
“Sebagian peserta menyoroti hakikat demokrasi kita sebagai demokrasi kerakyatan yang jelas berbeda dengan demokrasi barat (demokrasi liberal), yang menekankan individualisme. Sebaliknya demokrasi kita menekankan pentingnya musyawarah, karena dengan cara itulah hikmah dan kebijaksanaan bisa dicapai,” imbuhnya.
Selain itu, kata Jazuli, ada juga peserta yang menyoroti sistem ekonomi Indonesia yang sama sekali bukan ekonomi liberal kapitalistik, melainkan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.
Di sinilah, menurut Jazuli, pentingnya peran negara memproteksi rakyat dari beringasnya pasar bebas. Oleh karenanya, konstitusi pasal 33 memerintahkan penguasaan negara atas aset strategis negara dan meliputi hajat hidup orang banyak dengan tujuan menjamin kesejahteraan rakyat.
“Bukan malah dilepas ke pasar, diliberalisasi, atau bahkan dijual kepada swasta/asing,” ujarnya.
Sekali lagi, masih kata Jazuli, membaca naskah tulisan kebangsaan yang masuk memberikan sikap optimisme tentang Indonesia ke depan. Namun di balik itu, kata Jazuli, ada kritik tajam terhadap cara pengelolaan negara, terhadap lunturnya nilai-nilai kebangsaan dalam praktik kehidupan bermasyarakat maupun dalam kenegaraan.
“Melalui event ini, PKS ingin menumbuhkan dan memasifkan gagasan kebangsaan agar kemudian termanifestasi dalam perilaku, kebiasaan, hingga menjadi karakter bangsa ini. Dan untuk itu kita tidak perlu mencari di luar sana, karena semuanya ada di rumah kita sendiri, ada pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika,”
pungkasnya.
Sumber: