Tak Tahu Maka Tak Kenal
Kata-kata bijak di atas sudah lama sekali kita kenal. Meski kuno, namun kata-kata bijak tersebut masih mangkus untuk menggambarkan realita dalam kehidupan sehari-hari.
Dari berbagai diskusi baik formal maupun informal, menurut pengamatan saya, hal itulah yang sedang terjadi.
Sejumlah masyarakat memberikan apresiasi positif terhadap kinerja Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (IP), namun ada juga sebagian masyarakat yang memberikan apresiasi negatif.
Dulu pernah IP dicap sebagai sosok yang tidak disiplin, tidak menghargai waktu. Tuduhan yang dihembuskan itu sempat berkembang di masyarakat. Saya hanya bisa tersenyum miris ketika isu itu dihembuskan, karena tahu persis bagaimana cara IP mengelola waktu. Kenyataan sebenarnya sangat bertolak belakang, beliau justru sangat jelimet dengan urusan waktu.
Seiring dengan perjalanan waktu, tuduhan tersebut berangsur-angsur lenyap dan sirna seperti kabut pagi yang dihalau sinar mentari. Masyarakat melihat sendiri bagaimana sesungguhnya IP sangat menghargai waktu. Kini umumnya masyarakat sudah tahu jika mengundang Gubernur untuk sebuah acara jam 8 pagi misalnya, maka beliau selalu akan datang seperempat jam sebelum acara dimulai.
Pengundang atau pembuat acara sering malu karena Gubernur sudah datang, tetapi pengundang sendiri belum siap dan undangan yang lain juga belum datang. Menurut mereka pejabat biasanya datang molor dari waktu yang ditetapkan, namun Irwan Prayitno selalu datang tepat waktu, malah lebih awal. Jika ada kendala datang tidak tepat waktu, maka sedari dini beliau mengkomukasikannya dengan panitia.
Beliau sangat memperhatikan masalah waktu dan sangat jelimet menyusun jadwal. Rata-rata setiap hari ada 8 sampai 15 acara dan undangan, jadwal tersebut beliau atur secara serius sehingga tidak ada yang berdempet, telat datang tanpa konfirmasi atau terlewatkan.
Baru-baru ini ada lagi dihembuskan tuduhan bahwa Irwan Prayitno kurang ambisius. Haha…., sekali lagi saya tertawa mendengar tuduhan itu. Sekali lagi tudingan itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya.
Dulu ketika melanjutkan studi S2 dan S3 di Malaysia, profesor di sana meragukan IP mampu menyelesaikan studinya. Kemampuannya diragukan karena beban kerjanya sangat berat; kuliah, mengurus rumah tangga, istri beserta 5 orang anak, sekaligus mencari nafkah untuk keluarga.
Tapi bagi penggemar olah raga trabas dan karate ini justru kesulitan itulah yang membuat adrenalinnya terpacu. Ia berhasil menyelesaikan studi S2 dan S3 tersebut tepat waktu dengan nilai cemerlang. Untuk S3 ia berhasil lulus dengan prediket cum laude dengan IPK 3,97. Itu artinya semua nilai mata kuliah adalah A, hanya satu mata kuliah dengan nilai A minus.
Kuliah tuntas tepat waktu, kewajiban mengurus keluarga dan mencari nafkah tak pernah ia abaikan. Peristiwa itu sebetulnya bukan hal aneh, karena IP memang langganan juara umum saat sekolah di SMAN 3 Padang dulu.
IP berhasil menyelsaikan studi S1 di Universitas Indonesia (UI), lalu S2 dan S3 di Universiti Putra Malaysia. Padahal di tahun-tahun yang sama IP juga sedang bekerja keras bersama kawan-kawan mendirikan Partai Keadilan (PK). Ia juga bergerilya menghimpun dukungan masyarakat, menghimpun suara untuk PK, sekaligus untuk dirinya karena ia ditunjuk menjadi calon anggota DPR RI untuk Dapil Sumbar I.
Saat yang sama IP bersama kawan-kawan juga sedang berjuang mendirikan Yayasan Pendidikan Adzkia. Dengan motto bekerja keras dan bersungguh-sungguh, semua upaya itu berujung sukses.
Jika dulu lembaga pendidikan favorit dan terkenal di Sumbar adalah Don Bosco atau Maria, berkat perjuangan IP, Lembaga Pendidikan Adzkia menjelma menjadi lembaga pendidikan terbaik dan favorit pertama di Sumatera Barat yang berbasis Islam, mulai dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Kini murid Adzkia mencapai ribuan orang, setiap tahun jumlah yang mendaftar rata-rata 5 kali lipat dari jumlah siswa yang bisa diterima.
Meski sibuk di karir politik, namun IP juga tidak melupakan tugasnya sebagai akademisi. Ia menulis lebih dari 30 buah buku, tulisan ilmiah dan berbagai riset. Atas karyanya tersebut ia dinyatakan berhak menyandang gelar guru besar pada tahun 2008 di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Gelar profesor berhak ia sandang saat berumur relatif muda, yaitu 43 tahun.
Di bidang politik, kerja kerasnya dan kawan-kawan ternyata juga membuahkan hasil, ia terpilih menjadi anggota DPR RI dalam usia 36 tahun. Meski berusia muda, cara kerja, disiplin dan pemikirannya membuat ia selalu terpilih menjadi ketua komisi. Berikutnya IP terpilih lagi menjadi Anggota DPR RI selama 3 kali berturut-turut. Pada tahun 2010, melalui persaingan yang ketat, IP dipilih menjadi Gubernur Sumatera Barat.
Keberhasilannya dan keseriusannya membina keluarga juga bisa dilihat prestasi 10 anaknya yang semua juga jadi pemuncak di sekolah masing-masing. Mereka lalu melanjutkan studi di perguruan-perguruan tinggi terbaik dan favorit di Indonesia.
Putra pertama Jundi Fadhlillah menyelesaikan kuliah di FE Univ. Andalas dan Jurusan Manajemen, Southern New Hampshire University, anak ke 2. Waviatul Ahdi lulus FKG UI, anak ke 3 Dhiya’u Syahidah lulusan SBM ITB dan Westminster University, UK, putra ke 4. Anwar Jundi masih kuliah di Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB 5. Atika masih kuliah di FEUI, 6. Ibrahim masih kuliah di Jurusan Teknik Kimia UI, anak ke 7 dan 8 Shohwatul Islah dan Farhana sekolah di SMA 1 Padang, 9 dan ke 10 Laili dan Taqiya Mafaza sekolah di SDIT Adzkia. Banyak orang sukses di karir, tetapi tidak sukses membina keluarga. Tapi ayah 10 anak dan tiga cucu ini, sukses membangun karir, tetapi juga sukses membina keluarga.
Irwan Prayitno dilantik menjadi Gubernur Sumatera Barat oleh Mendagri Gamawan Fauzi atas nama Presiden RI tanggal 16 Agustus 2010 di garasi kantor DPRD Sumbar. Kantor DPRD saat itu sedang mengalami rusak berat dan tidak bisa digunakan akibat gempa September 2009.
Sekitar 20.000 rumah penduduk dan ratusan fasilitas umum di Sumatera Barat saat itu rusak total. Sumbar nyaris lumpuh total. Banyak masyarakat, termasuk investor eksodus, lari menyelamatkan diri ke luar Sumatera Barat.
Pemerintah Sumatera Barat di bawah pimpinan Gubernur Irwan Prayitno, Pemerintah Pusat, Pemerintah Kota dan Kabupaten, swasta, perantau, masyarakat Internasional bekerja keras bahu membahu menyelesaikan masalah ini dan berbagai dampak lain yang ditimbulkan.
Tata kerja yang baik, transparan dan akutabel dalam pengelolaan bencana membuat Sumatera Barat mendapat 3 penghargaan sekaligus dari BNPB. Sumbar makin dipercaya, prestasi itu pulalah yang menyebabkan BNPB memberikan perhatian khusus dan dana makin banyak dikucurkan ke daerah ini.
Menjadi Gubernur Sumatera Barat yang dalam keadaan porak-poranda pasca gempa tahun 2009 tentulah tidak mudah. Tantangan makin bertambah akibat kondisi ekonomi global yang sedang morat-marit, kriminalitas makin meningkat, dekadensi moral dimana-mana dan masih ditambah lagi dengan gelombang euforia reformasi.
Bagi Irwan Prayitno semua tantangan tersebut tidak membuat ia mundur, tapi malah membuat adrenalinnya terpacu untuk bekerja keras dan bekerja cerdas. Sebagai profesor pakar Sumber Daya Manusia (SDM) ia segera melakukan pembenahan dan pemetaan potensi terhadap SDM yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Tim independen dari Universitas Indonesia diminta untuk menilai dan memetakan potensi SDM yang ada. Mereka yang berpotensi, memenuhi persyaratan penilaian, psikotest dan juga sesuai dengan aturan serta penilaian Baperjakat akan ditempatkan sebagai pimpinan di eselon 2, 3 maupun 4.
Semua kepala SKPD wajib mengaktifkan HP 7 x 24 jam, artinya siap menerima tugas dan ditugaskan kapanpun, termasuk di hari libur. Juga baru kali ini dalam sejarah, selama Gubernur IP, rapat-rapat dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu (hari libur) agar tidak menyita jam kerja rutin.
Pemetaan potensi, menempatkan orang sesuai pada tempatnya, memberikan reward dan punishment, membuat satuan kerja di lingkungan Pemprov Sumbar makin solid dan lebih efektif. Situasi inilah yang kemudian membuat prestasi Pemprov Sumbar makin mencuat ke permukaan.
Bekerja keras dan bekerja cerdas merupakan ciri Irwan Prayitno. Rata-rata setiap hari jam 4 subuh aktifitas sudah dimulainya dengan shalat tahajjud, berzikir, shalat subuh berjamaah, membaca Al Quran dan berkumpul dengan semua anggota keluarga.
Setelah sarapan, kegiatan dilanjutkan dengan menerima Kepala SKPD, membahas pekerjaan, menganalisa masalah yang muncul lalu memutuskan tindakan yang harus dilakukan saat itu juga. Tak ada pekerjaan yang boleh ditunda, waktu detik demi detik dimanfaatkan secara efisien.
Selama 5 tahun setiap hari mendampingi IP, belum pernah saya mendengar beliau mengeluh capek dan ingin istirahat atau libur. Saya melihat pola kerja IP seperti bola salju yang bergulir dari puncak gunung, makin lama makin cepat, makin besar dan sulit dihentikan.
Ada dua sopir dan dua ajudan yang secara aplusan mendampingi IP sehari-hari. Tak ada ada yang sanggup mendampingi dan mengikuti perjalanan beliau full seminggu penuh. Selama 5 tahun belakangan, meski beraktifitas rutin dari subuh hingga larut malam, tidak pernah sekalipun saya lihat IP pulang ke rumah untuk istirahat tidur siang.
Juga alhamdulillah belum pernah satu haripun IP istirahat karena sakit, sementara kami yang mendampingi, meski dengan sistem aplusan, sudah bergiliran sakit dan terpaksa beristirahat total (bed rest).
Sistem kerja yang terstruktur dan terencana dan dikerjakan dengan bersungguh-sungguh terbukti membuahkan hasil. Banyak pekerjaan dan masalah yang bisa diselesaikan secara baik. Atas prestasi tersebut sekitar 200 penghargaan diberikan oleh Pemerintah Pusat, Lembaga Swasta dan Internasional atas prestasi yang diraih Pemprov Sumbar. Baru kali ini dalam sejarah Pemprov Sumbar meraih ratusan penghargaan.
Ada juga yang memfitnah bahwa penghargaan itu diperoleh dengan menyuap. Saya rasa tuduhan itu terlalu dipaksakan, jika yang diperoleh hanya satu atau dua penghargaan memang ada peluang diperoleh dengan proses suap. Namun jika ratusan jumlahnya, bagaimana mungkin hal itu bisa dilakukan?
Dulu saya juga berfikir bagaimana bisa IP yang usianya tak terpaut jauh dari saya karirnya bisa melejit luar biasa. Namun setelah melihat langsung bagaimana cara ia bekerja, cara ia memanfaatkan waktu, cara beribadah, cara ia bergaul, barulah saya faham.
Setelah saya hitung-hitung ternyata IP bekerja 5 kali lebih keras dibanding saya, ia memanfaatkan waktunya 5 kali lebih efektif dibanding saya, beribadah, mengelola keluarga, dan sebagainya 5 kali lebih baik, saya tak lagi heran jika prestasinya melejit 5 kali lipat lebih cepat.
Jika tak melihat langsung mungkin orang tak percaya bahwa IP bisa mengikuti 10 sampai 15 acara yang topiknya berbeda-beda setiap hari dan ditempat yang berbeda-beda pula. Lalu beliau memberikan pidato atau sambutan pada acara tersebut tanpa teks, namun isi pidato tersebut tetap pas dengan tema acara.
IP sangat cepat mempelajari sesuatu. Jika tak paham masalah peternakan misalnya, ia akan mengajak Kepala Dinas Peternakan ikut di mobil bersamanya dalam perjalanan menuju lokasi acara, lalu berdiskusi di mobil selama dalam perjalanan.
Sesampai di lokasi acara IP sudah paham masalah peternakan dan menyampaikan pidato tentang peternakan seolah-olah ia pernah kuliah di Fakultas Peternakan. Begitu juga untuk bidang lain.
Dalam bermain musik dan menyanyi juga demikian. Hanya tiga kali belajar bermain drum ia langsung bisa, begitu juga menyanyi. Hanya berapa kali berlatih, langsung bisa. Begitu juga bersepeda motor trabas dalam rangka kunjungan kerja ke daerah-daerah terpencil.
Setahu saya tak sampai sehitungan dua jari tangan beliau melakukan trabas, namun kemampuannya mendekati pembalap profesional. Jadi tak benar juga jika ada yang mengisukan gara-gara trabas dan bermain drum, IP meninggalkan pekerjaannya.
Aktifitas tersebut selalu dilakukan di hari libur dan di luar jam dinas. Di bidang seni IP telah mengeluarkan 2 album lagu-lagu religi ciptaannya sendiri. Sebagai ustadz ia telah merekam lebih 150 judul ceramah agama yang dikemas ke dalam 6 album CD. Dalam waktu yang terbatas, karena dilakukan dengan bersungguh-sungguh, IP mampu melakukan banyak pekerjaan dan prestasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ambisius adalah berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita). Mengamati perjalanan karir dan apa yang telah dikerjakan Irwan Prayitno seperti diatas apakah masih pantas kita mengatakan bahwa ia kurang ambisius dan tidak bekerja keras, tidak menghargai waktu?
Persoalannya menurut saya seperti kata-kata bijak tadi, tak tahu maka tak sayang. Masih ada sekelompok masyarakat yang tak tahu bagaimana cara kerja IP dan karakter IP sebenarnya.
Sejak memulai karir sebagai wartawan Singgalang pada tahun 1987, lalu di Majalah Editor dan Kompas, saya juga banyak berinteraksi dengan pejabat dan pimpinan daerah. Masing-masing punya kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Jika kenal dengan IP lebih mendalam, jika anda jujur, bukan karena alasan persaingan politik dan kepentingan, pasti anda akan menemukan lebih banyak kelebihan yang ia miliki. Tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta, tak cinta maka tak sayang. ***
Singgalang 16 Juni 2015
Sumber :