Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati. Foto : Andri/Man |
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati memandang langkah pemerintah untuk memfungsikan Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, menjadi Rumah Sakit Khusus Corona (Covid-19) lebih realistis daripada membangun Rumah Sakit baru.
Menurutnya, Wisma Atlet Kemayoran sudah siap pakai dan memiliki ruangan cukup banyak.
“Namun harus dipastikan bahwa semua ruang steril dan layak untuk ruang perawatan.
Dan sebaiknya gedung ini difokuskan untuk perawatan isolasi pasien saja bukan untuk pasien yang sudah berat kondisinya,” kata Mufida, sapaan akrabnya, dalam rilisnya kepada Parlementaria, Jumat (20/3/2020).
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini menilai, daya tampung RS yang ada saat ini semakin tidak mencukupi dan bercampur dengan pasien lain yang berpotensi memperbesar penularan. Oleh karenanya ia setuju pengalihfungsian Wisma Atlet Kemayoran menjadi RS Khusus Covid-19.
“Sebaiknya hindari menjadikan semua Rumah Sakit menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19, karena resisten buat pelayanan pasien non Covid-19. Seperti RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta), sebagai Rumah Sakit Nasional rujukan dari semua penyakit, akan lebih baik jika tidak merawat pasien Covid-19,” tegasnya.
Mufida menambahkan, langkah ini perlu didukung dengan ketersediaan sumberdaya tenaga kesehatan (dokter dan perawat) dalam jumlah yang memadai dilengkapi dengan alat kesehatan yang bagus.
Dan yang lebih penting adalah perlindungan kepada para pejuang Covid-19. “Kebutuhan APD (Alat Perlindungan Diri) yang memadai adalah kebutuhan mendasar untuk melindungi teman-teman yang berjuang di garda terdepan ini," ungkapnya.
Legislator dapil DKI Jakarta I itu mengaku, dirinya sudah banyak menerima keluhan tentang stok APD yang menipis dan tidak memadai untuk para tenaga medis. “Bahkan di daerah sudah ada yang berpikir untuk memodifikasi jas hujan sebagai APD, ini sangat memprihatinkan,” kritik Mufida.
Mufida berharap, dengan adanya RS khusus ini, kebutuhan perlindungan dan kecukupan nutrisi untuk tenaga kesehatan bisa lebih terpenuhi. "Karena jika ada tenaga kesehatan yang sakit, maka dia juga harus diistirahatkan dan diisolasi minimal selama 14 hari. Itu artinya tenaga medis yang bisa bertugas akan berkurang," ujarnya.
Kendati begitu, lanjut Mufida, penyiapan RS khusus ini harus dibarengi upaya-upaya pencegahan penularan. "Jangan abaikan penerapan social distancing secara ketat, pembatasan mobilitas, termasuk pilhan karantina parsial pada wilayah tertentu jika memang dibutuhkan," pungkasnya. (dep/sf)
Sumber :