Jakarta (09/12) — Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Abdul Fikri Faqih menyampaikan problematika utama yang dihadapi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini disampaikan Fikri pada Bincang Parlemen dengan tema Pembelajaran Jarak Jauh, Jakarta, Rabu (09/12/2020).
“Survey yang disampaikan panlitbang dan pusat perbukuan kemendikbud ialah siswa kesulitan memahami pelajaran 59,9%, kurang konsentrasi 52%, tidak dapat bertanya langsung dengan guru 51,7%, bosan 46,7%, jaringan kurang memadai 38,9%, tidak dapat bertanya langsung dengan teman, tidak ada yang mendampingi belajar dirumah 5,4%, tidak menikmati pembagian kuota kemendikbud dst 3,3%, dan yang menikmati PJJ hanya berjumlah 4%,” ungkap Fikri.
Untuk menanggapi hal tersebut, Ia menyatakan, bahwa terdapat 15 rekomendasi dari Panitia Kerja Pembelajaran Jarak Jauh diantaranya ialah Regulasi, Anggaran dan Kurikulum yang Adaptif.
“Guru bermutu kalau statusnya jelas, kesejahteraannya juga jelas, jaminan kesejahteraan sosialnya, jaminan sosialnya misalnya hari tuanya dan sebagainya juga jelas,” tegas Fikri.
Fikri menambahkan, bahwa apabila sudah ada kejelasan status, kesejahteraan, jaminan sosial, dll, barulah guru dapat didorong untuk bermutu termasuk adaptasi dengan problematika yang ada.
“Jumlah guru yang mengatakan siap menghadapi pandemi atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) 68% dan yang tidak siap 40%,” jelas Fikri.
Dan, Fikri menegaskan, bahwa angka 40% merupakan angka yang cukup besar, padahal kurikulum kuncinya ialah guru. Artinya ada guru yang tidak siap menghadapi sistem pembelajaran jarak jauh.
“Pembagian kuota internet juga sebenarnya kurang maksimal sebab terdapat siswa yang tidak kebagian. Hal itu terjadi karena tidak memiliki gawai, laptop atau mungkin orang tuanya punya tapi terbatas,” jelas Fikri.
Menanggapi upaya yang dilakukan kemendikbud untuk mendapatkan anggaran dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendidikan PABU tersebut bersumber dari Bendahara Negara, yang kuncinya dimiliki oleh Presiden dan Kementerian Keuangan jumlahnya mencapai angka 7,2 triliun untuk dibagikan dalam bentuk kuota internet.
“Pembelajaran tatap muka sudah bisa dimulai mulai Januari, saya kira ini perlu kita evaluasi sebelum berakhir tahun 2020 ini. Karena masih banyak belum siap, jadi kita bukan masalah kurikulum, masalah tatap muka atau tidak, tapi kesiapannya,” tutup Fikri.
Sumber :