Oleh: GAF
Saat Mukernas PKS di Bali tahun 2008 saya satu rombongan jemputan dengan kang Sohibul Iman dari bandara ke hotel tempat acara. Sebelum ke hotel tempat acara ada yang usul mampir makan siang di Cafe Paradise di tepi pantai.
Kebetulan di seberang meja kami berkumpul rombongan turis Jepang. Kata Sohibul, coba perhatikan gaya orang Jepang makan bersama. Nanti setelah bil-nya atau nota nya keluar akan ada koordinator yang memungut uang sum-suman untuk membayar tagihan makan mereka.
Kata beliau di Jepang memang tidak ada budaya mentraktir makan. Jadi kalau makan bersama umumnya mereka bayar sendiri-sendiri atau patungan, kata Sohibul Iman yang memang cukup lama tinggal di Jepang.
Bagi orang Jepang ditraktir itu beban yang harus dibayar.
Tapi ada sisi positifnya, yaitu mereka memesan makanan sesuai dan sebanyak apa yang akan mereka makan. Tidak berlebihan, meskipun mereka punya uang. Sebab bagi mereka bila kita memesan makanan secara berlebih dan kemudian tidak dimakan semuanya maka itu merupakan pemborosan sumberdaya.
Bagi mereka, sumberdaya adalah milik bersama sedang milik kita adalah yang akan kita makan. Mereka tidak punya konsep mubazir, tapi tindakannya jauh dari mubazir.
Berbeda dengan kita yang sering bila di restoran, merasa gengsi bila memesan makanan secukupnya. Atau bila hadir di kondangan hampir selalu mengambil makanan yang berlebihan, meskipun sadar akhirnya nggak bakal dimakan semuanya.
Berbeda dengan Jepang, dalam Islam ternyata mentraktir atau memberi makan merupakan sunnah dan sebuah kebiasaan yang banyak diamalkan salaful ummah. Tetapi sayang sudah banyak ditinggalkan.
Memberi makan dan atau minum yang istilah sekarang nya mentraktir, selain memiliki pahala yang besar, ia juga merupakan sebab kedekatan dan eratnya hubungan seorang dengan teman, tetangga, saudara serta kerabat-kerabatnya.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya orang terbaik diantara kalian adalah orang yang gemar memberi makan.” Suatu ketika ada seseorang bertanya kepada beliau, amalan apa yang paling utama, beliau bersabda, "memberi makan, dan mengucapkan salam kepada siapapun baik yang dikenal maupun tidak dikenal."
Bahkan disebutkan dalam Sirah Nabawiyah, Rasulullah biasa mentraktir sebagai sarana untuk menyampaikan dakwah. Bahkan sejak di Mekkah Rasulullah sudah sering mengundang orang orang termasuk para tokohnya untuk makan bersama.
Karena secara psikologis kebanyakan orang, saat dia sedang senang dan kenyang, akan lebih mudah menerima nasehat kebaikan bahkan tipu daya sekali pun. Sehingga dulu ada guyonan atau candaan bila ada RAT koperasi, biasanya laporan keuangan selalu disampaikan di sesi siang hari setelah makan siang. Dijamin nggak banyak pertanyaan atau interupsi.
Mentraktir teman juga termasuk dalam sedekah yang bisa menghapus dosa dan mendekatkan kita ke surga-Nya dan menjauhkan kita dari api neraka. “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagai mana air itu memadamkan api,” (HR. At-Tirmizi).
Rasullullah juga pernah bersabda, “Wahai sekalian manusia, tebarkan lah salam di antara kalian, berilah makan, sambung lah tali silaturahmi dan shalat lah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat,” (HR. Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad).
Berdasarkan hadits tersebut, mentraktir teman atau orang lain bisa mendatangkan pahala yang besar. Lebih dari itu jika kita bisa mentraktir orang lain, maka sesungguhnya itu tanda bahwa Allah sudah memberikan rejeki lebih kepada kita.
Kita bersyukur hidup di Indonesia yang memilki budaya mentraktir yang ternyata sesuai dengan Sunah Nabi. Apalagi kalau mentraktir bukber. Bahkan menurut ungkapan seorang manajer rumah makan di Indonesia, mentraktir itu bisa menunjukkan apa, siapa dan bagaimana.
Bila seorang laki-laki mentraktir seorang perempuan dan laki laki tersebut banyak bicara, itu tandanya mereka belum menikah. Karena sesungguhnya laki laki tadi sedang kampanye menebar janji kepada perempuan yang bersamanya agar tertarik memilihnya menjadi suaminya.
Sebaliknya bila jamuan makan tersebut pihak perempuan yang lebih banyak bicara, hampir dipastikan mereka adalah pasangan yang sudah menikah. Karena perempuan tersebut sesungguhnya sedang bertindak aktif menagih janji-janjinya.
Jadi, itu mirip dengan rakyat yang mempertanyakan kinerja pemerintah yang berjanji kalau menang bakal membawa hidup lebih baik tapi nyatanya sebaliknya. Tetapi yang jelas mentraktir itu sebuah kebaikan yang bisa mempererat tali silaturahmi dan mendatangkan kasih sayang. Seperti apa yang dikatakan pepatah: Witing trisno jalaran soko kuliner.
Wallahua'lam bi shawab...
Penulis adalah Gufron Azis Fuadi (GAF), Ketua DPP PKS Wilda Sumatera Bagian Selatan Periode 2015-2020
Sumber :