Oleh: Subhan Triyatna, Humas PKS Kabupaten Cirebon
Sudah menjadi hal umum bahwa partai politik melihat masyarakat sebagai angka. Mereka menganggap sekumpulan masyarakat hanyalah sekumpulan lubang di kertas suara. Maka dari itu mereka mulai mencari cara untuk memperoleh angka itu sebanyak-banyaknya, bahkan sebagian politisi menghargai suara masyarakat di kertas suara dengan selembar dua lembar uang rupiah.
Berbeda halnya dengan PKS, PKS melihat masyarakat sebagai kumpulan manusia. Maka, dalam marketing politiknya, PKS berusaha membuat program yang manusiawi, yang menempatkan manusia sebagai manusia. Salah satu program unggulannya di tahun 2023 ini adalah PKS Menyapa.
Program ini adalah kegiatan mendatangi masyarakat secara langsung untuk menyapa mereka sekaligus mengenalkan logo, nomor urut, serta program. Tidak lupa membawa buah tangan sederhana seperti kopi gratis, bunga, kalender atau saun cuci piring. Program ini dilaksanakan setiap akhir pekan di tempat-tempat keramaian seperti pasar atau lokasi car free day.
Menyapa masyarakat satu per satu memang melelahkan dan terkesan konvensional, namun jika dilihat lebih lanjut, pendekatan ini menjadi efektif sekaligus pembeda PKS dengan partai-partai lainnya. Selain itu, masyarakat yang disapa akan selalu teringat akan pesan yang disampaikan bahkan berpotensi menjadi “penyambung lidah” PKS di Circle mereka masing-masing.
Program ini terinspirasi dari Hadist Nabi Muhammad SAW ketika beliau pertama kali datang ke Madinah:
Dari Abdullah bin Salām -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Wahai manusia! Sebarkanlah salam, sambunglah silaturrahmi, berilah makanan, dan salatlah ketika orang-orang tidur, kalian pasti masuk surga dengan selamat."
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu kemudian menyebutnya sebagai “Politik Silaturahim” dan menurunkannya dalam program PKS Menyapa. Program ini dapat berjalan dengan baik karena PKS dinilai memiliki kader atau anggota yang solid dan militan sehingga program bisa berjalan di seluruh wilayah meski dengan anggaran yang minim. Selain itu, program ini “terpaksa” dilaksanakan karena PKS tidak memiliki jaringan media televisi dan cetak ataupun seperangkat buzzer.
Marketing Manis
Sejak pemilu 2014 dimulailah era marketing politik yang “kasar” dengan menggunakan propaganda media mainstream, media sosial dan buzzer. Marketing seperti ini memang dapat menjangkau lebih banyak orang dan lebih cepat.
Namun, efek samping yang ditimbulkan cukup serius yaitu pembelahan masyarakat. hal ini menyebabkan banyaknya diproduksi kata-kata hinaan antar kubu pemilih yang menyebabkan hubungan antar mereka menjadi renggang. Menyebabkan masyarakat saling benci hanya karena berbeda pilihan politik.
Dengan mengunjungi dan menyapa langsung masyarakat satu per satu, tentu dengan senyum dan keramahan, akan meruntuhkan persepsi bahwa politik adalah saling menghina dan menjatuhkan pihak lawan. Masyarakat menjadi faham bahwa meskipun berbeda pilihan politik, mereka akan tetap disapa dengan manis oleh anggota PKS.
Humanis
Masyarakat sebenarnya sudah muak dengan jargon-jargon politik “membela rakyat”, “bersama wong cilik” dan sebagainya. Sebab pada prakteknya, masyarakat hanya dianggap sebagai angka jumlah suara pada pemilihan umum yang biasanya ditinggalkan setelah pemilu usai.
Masyarakat rindu didengar suaranya, diperhatikan keluhan-keluhannya, ditampung usulan-usulannya. Intinya, masyarakat ingin dianggap sebagai manusia, bukan sekedar angka.
Disebabkan pejabat publik dari PKS yang terbatas dan wilayah serta penduduk yang luas, Pejabat Publik PKS tidak bisa menyambangi semua konstituennya satu per satu. Oleh karena itulah, anggota PKS menjadi perpanjangan partai dan pejabat publik PKS untuk mendengarkan dan menyapa masyarakat. Setelah itu, saran, masukan dan keluhan masyarakat disampaikan ke Pejabat Publik PKS yang relevan.
Pada mulanya, program ini dilaksanakan karena kurangnya sumberdaya PKS dan “relasi” di Media mainstream. Namun, pada akhirnya program ini menjadi inovasi yang dapat menjadi game changer di 2024 serta menjadikannya sebagai marketing politik yang tidak hanya manis namun humanis.
Sumber :