Menghadapi tuduhan terorisme atau radikalisme terhadap agama Islam tidak perlu dihadapi dengan sikap reaktif dan main hakim sendiri.
Kalau perlu kita ajak mereka berdiskusi, kita paparkan fakta dan data-data bahwa umat Islam itu bukan teroris, dan kepada mereka kita jelaskan bahwa Islam bukan seperti Anda katakan.
Adalah Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid menyatakan hal itu dalam ceramahnya pada acara Kajian Ramadan UNY 1439 H di Masjid Al-Mujahidin Kampus Universitas Negeri Yogyakarta, Kamis sore (7/6/2018).
Hadir dalam acara itu Rektor UNY Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., dan para jamaah masjid Al-Mujahidin UNY.
Hidayat Nur Wahid menyatakan hal itu menjawab keprihatinan seorang jamaah muslimah bahwa dari banyak agama di Indonesia, hanya Islam yang sering dituduh teroris. Contohnya, memakai cadar saja sudah diindikasi terorisme.
Bukan hanya cadar, tapi orang berjenggot panjang, meneriakkan Allahu Akbar, dan menyatakan solidaritas terhadap Palestina juga dituduh sebagai tanda terorisme atau radikalisme. “Simbol-simbol itu tidak ada kaitannya dengan terorisme Karena bersumber dari nilai Islam,” jelas Hidayat Nur Wahid seraya memaparkan bahwa tuduhan itu tidak beralasan.
Cadar misalnya, dituduh terorisme karena ada pelaku teror memakai cadar. Padahal istri seorang anggota polisi di Polda Riau yang korban teror beberapa waktu lalu ternyata juga bercadar. Kemudian soal jenggot panjang adalah Kiai Agus Salim, seorang pejuang dan pendiri bangsa juga berjenggot. “Apakah Agus Salim termasuk terorisme, tentu saja tidak,” katanya.
Contoh lainnya soal solidaritas Palestina. Justru Presiden RI Bung Karno yang pertama kali menunjukkan solidaritas terhadap rakyat dan bangsa Palestina. Buktinya BK menolak Israel menjadi peserta KTT Asia Afrika di Bandung, 1955, dengan alasan Israel menjajah Palestina. “Selama Israel menjajah Palestina maka selama itu pula Indonesia tak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel."
Bukan itu saja, Bung Karno juga pernah melarang tim sepakbola Indonesia bertanding dengan kesebelasan Israel dengan alasan yang sama. Bung Karno memegang prinsip lebih baik tidak ikut Piala Dunia daripada bertanding dengan Israel. Jadi tidak alasan menyebut solidaritas terhadap Palestina sebagai tanda radikalisme atau terorisme.
“Kalau mau jujur pelaku teror terbesar di dunia itu bukan karena agama dan bukan pula pengikut agama,” ungkap Hidayat Nur Wahid. Dia menunjuk contoh peristiwa yang terjadi di berbagai tempat dunia ini, seperti dalam Perang Dunia I dan II dimana jutaan orang meninggal dunia, termasuk juga kudeta yang dilakukan oleh komunis.
“Teror tidak mendatangkan keuntungan bagi agama apa pun,” jelas Hidayat dalam ceramahnya berjudul: ‘Menumbuhkan rasa cinta Tanah Air sebagai Implementasi dalam Menjalankan Syariat Islam’. Dan, “Kalau mau jujur justru umat Islamlah yang menjadi korban teror terbesar sepanjang sejarah,” ungkap Hidayat Nur Wahid.
Oleh karena itu, menurut Hidayat Nur Wahid, tuduhan terhadap Islam sebagai radikalisme atau terorisme tak perlu ditanggapi dengan melakukan penghakiman jalanan. “Tapi kita perlu mengajak mereka berdiskusi, kita ajukan fakta atau data bahwa Islam bukan teroris, bukan radikalis, dan Islam tidak seperti mereka bayangkan.”
Artinya, kita mengomunikasikan atau berdialog dengan mereka yang melakukan fitnah terhadap Islam dan umat Islam. Tentunya, Hidayat Nur Wahid berharap, umat Islam perlu memiliki wawasan yang lebih hebat atau lebih bagus. “Sehingga kita bisa menjawab dan mengalahkan argumentasi mereka, dan mereka bisa terkoreksi,” katanya.
Dalam menyelesaikan masalah kita perlu mencontoh Rasulullah. Bahwa sikap dasar Rasulullah adalah tidak menghadirkan konflik, tidak menghadirkan permusuhan, tidak membunuh, dan tidak pula melakukan teror, walau Rasulullah sendiri mendapat teror luar biasa.
Sumber :