Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai hadirnya kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi terlalu terburu-buru.
“Salah satu penyebab terjadinya masalah di tengah masyarakat karena munculnya Permendikbud itu yang dinilai mendadak, sehingga kurang sosialisasi kepada pemerintah daerah, pelaksana dan masyarakat,”
Fikri menilai, jika dilihat dari tujuan zonasi memang baik, karena bertujuan untuk menghilangkan stigma sekolah favorit dan non-favorit di tengah masyarakat. “Jadi tujuannya itu membuat akses pendidikan menjadi merata. Sistem ini diyakini akan menghilangkan stigma sekaligus diskriminasi dalam pendidikan," tuturnya.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, tujuan dari penerapan zonasi ini bagus. Namun jika sarana prasana pendidikan belum merata, dan persebaran guru belum merata, penerapan zonasi dengan tujuan pemerataan akses pendidikan akan sulit diterima masyarakat.
“Jadi, benahi dulu ini sampai ke masyarakat, kalau pelayanan pendidikan di Indonesia semuanya sudah sama. Dan kalau peserta didik dibuat sistem zonasi, guru juga dong buat sistem zonasi. jadi tidak menumpuk,” saran legislator dapil Jawa Tengah IX itu.
Selain itu, yang menyebabkan terjadinya problematika di daerah karena tata kelola daerah yang berbeda. Di Solo misalnya, tata kelola di sana dibagi ada zona pemerintahan, zona perdagangan dan zona pendidikan. “Jadi penerapan sistem zonasi ini akan berisisan dengan tata kelola daerah yang seperti ini. Seperti ini yang perlu dipikirkan juga,” tutupnya. (rnm/sf)
Sumber :