Hari pertama kegiatan belajar siswa sekolah melalui program Belajar Dari Rumah di TVRI (13/4) tercemari propaganda liberalisasi agama.
Dalam jeda antar dua sesi program belajar yang dijadualkan resmi oleh Kemendikbud, tampil tayangan pembacaan puisi yang esensi isinya adalah peringatan perayaan paskah.
Tidak ada masalah tentu terkait peringatan perayaan paskah itu sendiri sebagai salah satu perayaan agama yang diakui dilindungi hak-haknya di negeri ini. Namun ketika tayangan “puisi paskah” tersebut berisi nilai-nilai aqidah kristen tetapi dibawakan oleh anak-anak yang patut diduga sebagai muslim maka hal tersebut menjadi satu masalah besar.
“Ini jelas-jelas merupakan propraganda liberalisme agama yang mendompleng program pendidikan yang tengah menjadi program nasional.
Dan bagi keluarga Muslim, terselipnya puisi ini diantara jeda program Belajar Dari Rumah adalah satu upaya terang-terangan dan terencana dalam mencemari nilai-nilai asasi aqidah anak Muslim yang justru secara perlahan-lahan sedang dibangun dan dikokohkan setiap orang tua pada anaknya.” Sesal Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah
Tayangan puisi tersebut memang dibawakan oleh anak-anak yang dari pakaiannya menunjukkan identitas umum sebagai muslim.
“Mereka berjilbab, menggunakan baju koko bahkan kopiah yang dipakai anak laki-lakinya pun berlogo khas salah satu ormas Islam di negeri ini, sehingga hampir dapat dipastikan para penampil puisi tersebut adalah anak-anak Muslim,” papar anggota Komisi X Ledia Hanifa Amaliah.
Menurut Ledia pembacaan puisi berisi nilai asasi satu agama oleh umat yang memiliki nilai asasi berbeda sama sekali bukan merupakan wujud toleransi.
“Toleransi adalah pada tataran penghormatan serta perlindungan hak menjalankan ajaran agama bagi setiap pemeluk agama itu sendiri, bukan penyamarataan nilai agama apalagi memaksakan pengakuan nilai agama pada pemeluk agama lain sebagaimana terjadi pada tayangan pembacaan “puisi paskah” oleh anak-anak Muslim di TVRI.”
“Toleransi adalah pada tataran penghormatan serta perlindungan hak menjalankan ajaran agama bagi setiap pemeluk agama itu sendiri, bukan penyamarataan nilai agama apalagi memaksakan pengakuan nilai agama pada pemeluk agama lain sebagaimana terjadi pada tayangan pembacaan “puisi paskah” oleh anak-anak Muslim di TVRI.”
Karena itu Ledia meminta pihak-pihak terkait baik TVRI maupun Kemendikbud segera mengusut kejadian tersebut dan memastikan tidak ada lagi para penumpang gelap yang mendompleng program Belajar Dari Rumah untuk kepentingan sekelompok perusak nilai-nilai NKRI dan Bhinneka Tungga Ika.
“TVRI sebagai pihak penayang tampilan puisi jelas harus bertanggungjawab dan menjelaskan pada publik. Atas dasar apa, perintah siapa dan untuk maksud apa tayangan tersebut sampai muncul.
Begitu pula pihak Kemendikbud harus ikut menelisik karena tayangan tersebut terjadi di tengah jadual resmi program belajar dari Kemendikbud.
Jangan sampai ada pihak yang mangkir dan berkelit bahwa tayangan ini hadir di luar pengetahuan dan kendali para pihak.” Tegas Ledia.
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini kemudian juga mengingatkan semua pihak terutama TVRI dan Kemendikbud untuk terus menjaga persatuan bangsa dengan menjunjung tinggi nilai-nilai penghormatan akan nilai-nilai agama di negeri ini.
“Berpuluh tahun bangsa kita hidup damai dalam toleransi antar umat beragama, bertetangga, bekerja sama, hormat menghormati tanpa satu sama lain harus ikut meyakini nilai-nilai asasi agama pihak lain.
Aqidah adalah hal pokok bagi umat Islam yang tidak boleh dicemari dengan keyakinan lain. Pemaksaan liberalis untuk menyamaratakan nilai-nilai agama pada umat beragama yang berbeda-beda merupakan perusak nilai-nilai kebangsaan sekaligus bentuk menantang Umat Islam.” pungkasnya
Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si, M. Psi.T
Anggota Fraksi PKS DPR RI/ A-427
Komisi X: Pendidikan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda dan Olahraga
Sumber :