Samarinda (08/03) — Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Aus Hidayat Nur mengingatkan bahwa bila keganjilan-keganjilan yang terlihat selama pelaksanaan Pemilu tidak terklarifikasi, maka masyarakat terancam mengalami dua keadaan: antara permisif karena menganggap wajar hal yang dianggap curang, atau apatis karena merasa keberlangsungan demokrasi tak ada gunanya.
“Itulah perlunya hak angket, untuk mengevaluasi penyelenggaraan pesta demokrasi yang telah menelan anggaran sekitar 76 triliyun. Jangan sampai anggaran sebegitu besar hanya menghasilkan masyarakat yang masa bodoh karena kecewa melihat kejanggalan di depan mata.
Anggota Fraksi PKS itu memaparkan berbagai kehebohan dari awal pelaksanaan Pilpres seperti putusan MK yang kontroversial hingga penggelembungan suara yang hanya dialami parpol tertentu secara aneh. Bahkan baru kali ini Pemilu diselenggarakan oleh KPU yang ketuanya tiga kali divonis melanggar etik.
“Kritik juga perlu kami sampaikan ke Bawaslu. Andai mereka bersikap tegas dari awal, hak angket ini mungkin tidak terlalu diperlukan. Namun banyak pelanggaran yang harusnya diberi hukuman yang membuat jera tapi sayangnya hanya sebatas teguran,” tambah Aus.
Terakhir, Bawaslu hanya memberi hukuman teguran kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang telah berkampanye tanpa cuti sebagai pejabat publik.
“Ada juga kasus bagi-bagi susu yang dilakukan oleh Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka yang pengadilan dan sanksinya seperti angin lalu,” pungkasnya.
Oleh karena itu, imbuh Aus, penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap proses seleksi kepemimpinan negara baik eksekutif maupun legislatif ini.
“Ini bukan soal menang kalah, tapi untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan proses berdemokrasi. Kalau tidak, demokrasi berubah jadi democrazy dan negara kita terancam bangkrut,” terang Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Timur ini.
Sumber :