Jakarta (03/03) — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pembentuk undang-undang perlu mengoreksi 4 persen sebagai ketentuan Parliamentary Threshold, agar sebelum Pemilu 2029 menetapkan angka parliamentary threshold (ambang batas parlemen) bukan lagi 4%, untuk dipergunakan pada pemilu 2029 mendatang melalui kajian ilmiah dan argumentasi rasional demokratis.
Ini juga seharusnya bukan hanya berlaku terhadap parliamentary threshold yang 4 persen itu, tetapi juga mestinya diberlakukan untuk presidential threshold yang berlaku saat ini yakni 20 persen,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (02/03/2024).
HNW sapaan akrabnya mengatakan walaupun putusan MK ini agak berbeda dengan pakem pada putusan-putusan sebelumnya, dimana MK akan menyerahkan sepenuhnya terkait dengan angka ambang batas kepada pembentuk undang-undang, melalui open legal policy (kebijakan terbuka pembentuk undang-undang), tetapi kini MK justru mendesak DPR untuk mempertimbangkan koreksi angka 4 persen parliamentary threshold tersebut.
“Ini tentu juga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa MK bisa memiliki pendapat yang berbeda dibanding pakem sebelumnya? Sama seperti ketika MK memutuskan terkait usia pencalonan calon wakil presiden (cawapres) yang berujung kepada sanksi pelanggaran kode etik Ketua MK saat itu, karena keputusan itu dinilai sebagai menghidupkan nepotisme karena menguntungkan putra Presiden yang adalah juga keponakan Ketua MK,” ujarnya.
Terkait putusan parliamentary threshold kali ini, lanjut HNW, sangat wajar bila masyarakat kembali mempertanyakan putusan MK yang di luar dari pakem yang telah mereka ciptakan sendiri.
Apalagi, lanjutnya, publik juga memahami bahwa pada pemilu 2024, salah satu partai yang terancam tidak lolos parliamentary threshold 4 persen adalah partai yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo.
Oleh karena itu, HNW mengingatkan agar MK juga berlaku adil sesuai dengan prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia yang negara hukum, serta menyelamatkan kedaulatan rakyat, agar kualitas demokrasi dan pilpres menjadi lebih baik pada 2029 ke depan, dengan memerintahkan kepada pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) untuk mengoreksi 20 persen presidential threshold sebelum pemilu 2029, seperti halnya argumentasi MK dalam putusan terkait koreksi 4 persen parliamentary threshold tersebut.
“Apabila MK memerintahkan pembentuk UU untuk mengkoreksi 4 persen parliemantary threshold, dan agar menetapkan angka parliamentary threshold berbasis kajian ilmiah dan argumentasi yang rasional dan demokratis, maka seharusnya MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk juga melakukan hal serupa ketika menetapkan presidential threshold, sehingga mengkoreksi presidential threshorld 20 persen sebelum Pemilu/pilpres 2029,” ujarnya.
HNW mengatakan bahwa banyak pihak telah mengajukan permohonan agar presidential threshold 20 persen untuk dinyatakan inkonstitusional dan seharusnya diturunkan, termasuk permohonan yang sudah diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah mendasarkan pada kajian ilmiah dan prinsip demokrasi.
Apalagi, teori-teori atau rumusan yang digunakan oleh para pemohon dalam perkara parliamentary threshold itu tidak jauh berbeda dengan teori atau rumus yang digunakan PKS dalam permohonannya yang lalu.
“Ketika itu, MK memang tidak mengabulkan permohonan yang diajukan oleh PKS terkait presidential threshold di angka antara 7 persen sampai 9 persen, tetapi dalam pertimbangannya MK mengapresiasi PKS yang telah mempergunakan kajian ilmiah yang rasional, proporsional, demokratis dan implementatif dalam menetapkan hal tersebut.
Hal yang juga diingatkan oleh MK saat memutuskan koreksi terhadap parliamentary threshold 4 persen. Dan itulah seharusnya yang perlu diputuskan oleh MK agar dilakukan oleh DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang ketika menetapkan angka-angka ambang batas parliamentary threshold maupun presidential threshold.
Laku konsisten dan adil dari MK itu yang akan menyelamatkan kepercayaan Publik terhadap MK dan putusan-putusannya,” pungkas HNW.
Sumber :