Jakarta (19/09) — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi revisi Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (UU Wantimpres) yang memberi syarat mantan narapidana tidak bisa menjadi anggota Wantimpres RI, serta berharap agar lembaga tersebut ke depan dapat maksimal melaksanakan perannya saat diisi oleh tokoh-tokoh bangsa yang memiliki track record dan standar moral yang baik.
Hal ini disampaikan menanggapi keputusan rapat paripurna DPR RI yang akhirnya memutuskan bahwa salah satu syarat menjadi anggota Wantimpres adalah ‘tidak pernah diancam atau dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Syarat tersebut memang sudah sewajarnya ditujukan kepada anggota Wantimpres, mengingat posisi Wantimpres yang sangat strategis, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat kepada Presiden, kepala negara dan kepala pemerintahan, orang nomer satu di NKRI.
Ini merupakan perbaikan yang sangat baik dibandingkan RUU saat dibahas di Balegmaupun UU Wantimpres sebelumnya,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (19/09).
HNW sapaan akrabnya menjelaskan ketentuan Pasal 8 huruf g UU Wantimpres yang berlaku sebelumnya menyatakan salah satu syarat menjadi anggota Wantimpres adalah ‘tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.’
“Artinya, apabila mengacu kepada pasal ini, maka mereka yang pernah dipidana tetap ancaman hukumannya di bawah lima tahun, tetap bisa menjadi anggota Wantimpres,” ungkapnya.
Lalu, DPR melalui RUU Inisiatif yang merevisi UU Wantimpres tersebut mengusulkan agar ketentuan itu diubah menjadi ‘tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.’
“Namun, usulan DPR itu sempat ditolak oleh Pemerintah, sehingga sempat disepakati pada tanggal 10 September 2024 untuk tetap menggunakan ketentuan yang semula,” jelasnya.
HNW mengaku menyampaikan kepada beberapa anggota Badan Legislasi DPRRI dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) untuk menaruh perhatian yang khusus mengenai hal tersebut.
“Usulan awal DPR itu sangat bagus, yakni untuk menjaga marwah Wantimpres dengan menutup kemungkinan lembaga prestisius tersebut diisi oleh eks narapidana,” tukasnya.
HNW tidak sependapat dengan argumentasi yang menolak usulan itu, dimana salah satunya adalah merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan syarat calon kepala daerah.
“Padahal, ada perbedaan yang mendasar antara anggota Wantimpres dan calon kepala daerah, dimana anggota Wantimpres adalah ‘appointed official’ (pejabat yang diangkat) dan kepala daerah adalah ‘elected official’ (pejabat yang dipilih oleh rakyat),” ujar HNW.
Apalagi, menurut HNW seharusnya DPR dan Pemerintah jug merujuk kepada TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dengan menerapkan etika dan moral yang tinggi bagi Wantimpres baik Pimpinan maupun anggotanya, apalagi kini disebut sebagai Lembaga Negara dengan tambahan penamaan bukan sekedar Wantimpres tapi Wantimpres RI.
“Artinya, dengan adanya usulan untuk menerapkan agar setiap mantan narapidana – apapun jenis sanksinya – tidak dimungkinkan menjadi anggota Wantimpres seharusnya sejak awal bisa diterima, untuk menjaga kepercayaan, etika dan moralitas kelembagaan serta kepercayaan publik terhadap Wantimpres RI dan pertimbangannya yang diberikan kepada Presiden RI,* pungkasnya.
“Alhamdulillah, akhirnya fraksi-fraksi di DPR melakukan Rapat Konsultasi pada 12 September 2024 sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Baleg Wihadi Wiyanto pada Rapat Paripurna, dan mereka menyetujui bahwa syarat tersebut akhirnya disempurnakan menjadi ‘tidak pernah diancam atau dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap’, sehingga kemudian disetujui bersama pemerintah di Rapat Paripurna 19 September 2024 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus,” jelasnya.
Menurut HNW, klausul itu diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Presiden Prabowo kelak untuk memilih para tokoh yang akan duduk di kursi Wantimpres dengan standar moralitas dan etika yang tinggi.
“Bahkan, apabila kita baca secara saksama ketentuan yang disepakati menjadi UU Wantimpres RI itu, ternyata yang tertolak menjadi anggota Wantimpres, bukan hanya eks narapidana, tetapi juga mereka yang pernah diancam dengan ancaman hukum.
Awal komitmen ber ethika yang penting diwujudkan dan disukseskan, untuk menjaga amanat Rakyat dan peningkatan kwalitas penyelenggaraan negara dan demokrasi”, pungkasnya.
Sumber :