JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mempertanyakan standard operational procedure (SOP) penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 dalam penanganan terorisme.
Hal itu dipertanyakan Nasir menyusul kejadian tewasnya Siyono yang ditangkap oleh Densus 88, Rabu (9/3) kemarin.
“Kasus tewasnya Siyono mengingatkan saya pada kejadian penyiksaan yang dialami lima orang korban salah tangkap di Poso pada 2013 lalu," jelas Legislator PKS dari Dapil Aceh ini.
Nasir mengingatkan Densus 88 kerap kali melakukan tindakan penyiksaan sejak tahapan penangkapan. “Padahal, pelaku yang ditangkap belum tentu menjadi tersangka dan bahkan sering terjadi salah tangkap," ungkap Anggota DPR sejak 2009 ini.
Menurut Nasir, tindakan penyiksaan yang dilakukan Densus 88 ini dilakukan dengan menutup mata kepada terduga pelaku teroris, serta memukul bagian tubuh dan kepala dengan senjata. Sehingga, hal ini sulit diproses secara hukum karena korban tidak melihat langsung siapa yang menyiksa.
“Oleh karena itu, sebagai anggota Pansus Revisi UU Terorisme, saya akan mempertegas pengaturan prosedur penangkapan dan bahkan mengurangi kewenangan Densus 88 dalam penangkapan yang kerap kali melakukan pendekatan penyiksaan kepada terduga teroris,” tegas Nasir.
Sehingga, dalam waktu dekat, Nasir berjanji akan meminta klarifikasi kepada Kapolri serta memelajari SOP penangkapan Densus 88. Jika ditemukan ada celah Densus 88 melakukan tindakan penyiksaan, maka, menurut Nasir, Komisi III akan membatasi ketentuan penangkapan dalam revisi UU Terorisme tersebut.
“Saya khawatir, pelaku penyiksaan sulit terungkap. Karena penyiksaan dilakukan oleh internal Polri, dan kemungkinan sulit mencari saksi di luar polri yang melihat kejadian tersebut. Sehingga, dibutuhkan ketegasan Kapolri untuk mengungkap petugas Densus yang bertugas saat penangkapan Siyono dan diberi sanksi berat,” jelas Nasir. [pks.id]
Sumber :