Oleh: Muhammad Muntazhir Haq
Hari minggu (12/05/24) kemarin, saya dan rombongan Pak Gubernur Mahyeldi Ansharullah, dari pagi menyisir titik-titik bencana, namun saat kembali ke Kota Padang, tim memutuskan lewat jalur Sitinjau Lauik, karena tidak ada lagi jalur akses menuju ke Padang.
Sesampainya di belokan sebelum panorama, kami terkejut berpapasan dengan satu unit mobil sedan hitam yang berlumuran lumpur, dengan wajah pucat dan air mata supir mobil itu (wanita) kami tanya ada apa di depan bu? dia tak bisa menjawab terlihat masih shock. Dua mobil setelahnya menjawab ada longsor di depan.
Mobil BA 1 langsung menepi, bergegas Buya memakai sepatu boots dan rompi BPBD, kami susul juga langkah beliau yang cepat itu, belum sempat menghidupkan kamera, kami kaget tangan pak gub sudah “asyik” membereskan material longsor, hingga ikut turun ke jurang yang berbahaya untuk mengevakuasi korban.
Sontak melihat aksi beliau, pengendara sekitar yang terjebak juga ikut membantu Buya dan tim (PJR, Tim Pengawalan dan Humas Pemprov Sumbar).
“Kami tidak bisa apa-apa!”untuk melarang seorang Gubernur yang memang dari dulu adalah orang yang kami kenal level kepeduliannya sudah diatas rata-rata.
Kami jadi ingat momen Galodo tahun 2000 di Malalo, dimana kami mengiringi beliau. Kebetulan waktu itu saya masih kecil dan dibawa oleh Ayah Nasrullah Nukman yang sedang mendampingi beliau. Hujatan makian lawan politik saat ini terus menyerang disaat yang seharusnya tidak tepat. Namun ketulusan beliau adalah kekuatan yang menjadi optimisme untuk negeri ini bisa bangkit dari bencana.
Tulisan ini ditulis dari seseorang yang mendampingi Buya. Pernah mendampingi Buya ke lokasi bencana, dari saat saya masih kecil hingga kini sudah dewasa.
Sumber :