Kamis, 13 November 2025

Aher: Konflik Agraria Harus Diselesaikan dengan Keadilan Objektif, Bukan Sekadar Pandangan Subjektif


Jakarta (12/11) — Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Ahmad Heryawan (Aher), menegaskan pentingnya penyelesaian konflik agraria secara objektif dan adil dengan melibatkan semua pihak terkait. 

Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BAM DPR RI terkait permasalahan agraria yang melibatkan masyarakat Suku Anak Dalam, petani Kabupaten Batang Hari, dan petani Muaro Jambi dengan PT Berkat Sawit Utama, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11).

Menurut Aher, persoalan agraria yang dihadapi masyarakat tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Setiap pihak memiliki pandangan subjektif yang harus dipertemukan dalam forum yang adil agar menghasilkan keputusan yang objektif.

“Kalau kita berpendapat kan ini subjektif. Bapak juga ketika cerita pandangan subjektif Bapak, jadi kalau kita panggil pihak terkait, mereka pun punya pandangan subjektif. Nah, nanti ketika semua pandangan itu dipertemukan, barulah bisa ditemukan kebenaran objektifnya,” ujar Aher.

Aher menilai kasus agraria yang menimpa masyarakat Jambi merupakan potret umum dari berbagai konflik serupa yang terjadi di banyak daerah di Indonesia. Ia menyebut, konflik tersebut kerap berawal dari tumpang tindih lahan akibat pemberian Hak Guna Usaha (HGU) yang merambah kawasan milik masyarakat.

“Konflik ini karena HGU yang diberikan oleh BPN kepada PT Berkat Sawit Utama itu merambah kawasan yang selama ini dikelola dan dimiliki para petani. Akibatnya, masyarakat dirugikan karena lahan tempat mereka menggantungkan hidup justru diserobot oleh perusahaan,” jelasnya.

Aher juga menyoroti adanya ketimpangan relasi kuasa antara perusahaan pemegang modal besar dengan masyarakat kecil. Kondisi ini, menurutnya, membuat posisi masyarakat semakin lemah dalam memperjuangkan hak atas tanahnya.

“Seringkali di masyarakat itu ada kelalaian, tanah tidak diurus pada asalnya. Ini jadi peluang bagi para pemilik HGU untuk menghapus kepemilikan masyarakat. Apalagi relasi kuasa perusahaan dan pemegang kebijakan jauh lebih kuat dibanding masyarakat biasa,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Aher meminta agar kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta pemerintah daerah turut hadir dan memberi klarifikasi secara menyeluruh atas persoalan ini.

“Kita akan mengundang kementerian terkait supaya penjelasan yang panjang bisa diringkas secara utuh. Tujuannya agar masalah ini jelas dan bisa diselesaikan tanpa mengurangi makna dan keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.

Aher menambahkan, penyelesaian konflik agraria ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi bagi satu kasus, tetapi juga menjadi model penyelesaian bagi ribuan kasus serupa di seluruh Indonesia.

“Kalau satu kasus seperti ini bisa selesai dengan baik, maka bisa menjadi model bagi dua ribu lima ratus kasus lainnya di Indonesia. Penyelesaian yang utuh, adil, dan berpihak pada rakyat kecil,” pungkasnya.

Sumber :