Saya mencoba menganalisa dampak dari vonis para tersangka kasus impor sapi nantinya terhadap keputusan para penegak hukum kepada Ust LHI. Sebelumnya saya mencoba menguraikan vonis para tersangka kasus suap impor sapi.
1. Vonis terhadap Ahmad Fathonah
Menjatuhkan hukuman vonis 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan
Terbukti menerima suap Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait pengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Dakwaan Kedua : Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang
Fathanah tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua
Tapi harta harta Fathanah dirampas untuk negara terbukti melakukan melanggar Pasal TPPU Karena dianggap tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya (maksudnya?)
2. Vonis Direktur PT Indoguna, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi.
- Terbukti memberikan suap kepada Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq.- NAH LHO, KOK TERBUKTI MEMBERIKAN SUAP KEPADA UST LHI ?
Kesimpulannya :
1. Kasus vonis dan bukti terhadap tersangka yakni dikaitkan ust LHI sebagai sasarannya, padahal proses pengadilan terhadap terdakwa Ust LHImasih berlangsung. Lihatlah vonis terhadap Direktur PT Indoguna, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi. (TERBUKTI memberikan SUAP kepada Ahmad Fathanah dan LUTFI HASAN ISHAQ)
suap ini tidak menjadikan presumption of innocence (azas praduga tak bersalah) dan fakta-fakta persidangan sebagai azas fundamental hukum ketika menjatuhkan vonis.
2. Jikalau azas Fundamental hukum dan fakta-fakta hukum diabaikan seperti vonis tersangka-tersangka terdahulu , Maka ada asumsi Kalau Fathanah divonis 14 tahun bukan pajabat Negara , maka dengan Pak Luthfi yang pejabat negara harus lebih.
3. Jikalau asumsi –asumsi itu ada dipikiran para penegak keadilan, maka bisa jadi jikalau nantinya vonis besar hukuman kepada Ust LHI hanya sekedar kepopululeran para penegak hukum dengan mengorbankan asas keadilan hukum.
4. Kita masih berharap adanya keadilan dan secercah cahaya dalam penegak hukum, dan hati nurani yang berbicara para hakim dalam menentukan vonis
Semoga skenario Allah sebaik-baiknya skenario yang berjalan.amin.
Sumber :
=================================================================================
Kronologi Rekayasa Kasus LHI Terkuak Pada Hari Penangkapan AF
JAKARTA - Sidang lanjutan perkara dugaan suap daging impor dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq, Senin (18/11) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menghadirkan Felix Radjali, Oke Setiadi, Ahmad Azhar, dan Delly Agustian Pratama. Felix Radjali merupakan sales Williams Mobil, yang pada hari penangkapan Ahmad Fathanah (AF) tanggal 29 Januari 2013 datang ke Hotel Le Meridien atas permintaan AF.
Di hadapan majelis hakim Tipikor yang diketuai Gusrizal, Felix menceritakan, pada tanggal 29 Januari 2013 sekitar pukul 15 wib ia ditelepon AF untuk mengambil uang muka pembelian mobil Mercy S200 sebesar Rp 400 juta. Ia sampai di Le Meredien sekitar pukl 17 wib dan oleh AF diminta untuk menunggu di lobi.
“Tetapi menunggu sampai pukul tujuh Ahmad Fathanah tidak muncul, saya tanya ke resepsionis tidak ada yang tahu,” kata Felix.
Felix sempat berusaha mencari supir AF ke tempat parkir di basement hotel. Namun tidak ketemu. Karena AF tidak bisa dihubungi dan merasa tidak ada kepastian Felix memutuskan pulang.
Lebih lanjut Felix menceritakan, dalam perjalanan pulang istri AF, Septi Sanustika menelepon dirinya dan mangabarkan AF ditangkap petugas KPK.
Menurut Felix, AF sudah tiga kali memesan mobil di tempatnya bekerja. Dan pembeliannya selalu dengan leasing. Untuk pembelian mobil Mercy S200 AF baru memba booking fee sebesar Rp 25 juta.
Kedatangan Felix ke Le Meredian untuk mengambil sisa uang muka yang dijanjikan AF. Namun karena AF tidak kunjung muncul uang muka itu urung ia ambil. Padahal dia sudah menyiapkan tanda terima uang tersebut.
“Pembelian batal, karena uang muka tidak jadi dibayarkan,” jelas Felix.
Dalam persidangan sebelumnya ketika menjadi saksi untuk LHI, AF menyatakan bahwa uang Rp 1 miliar yang ia terima dari Indoguna bukanlah untuk LHI. Tetapi ia gunakan untuk kepentingannya sendiri, termasuk untuk membayar uang muka mobil yang dibelinya dari William Mobil.
AF juga menjelaskan, pada hari penangkapan dirinya sudah menghubungi sejumlah pihak untuk mengambil uang di Le Merdian. Selain Felix, AF juga menghubungi Ilham untuk mengambil uang sebesar Rp 250 juta. Uang tersebut untuk membayar furniture yang dibelinya. (HAS)
=================================================================
LHI dan Prahara PKS, "Skenario Yang Tak Sempurna"
Skenario itu dibuat begini. Malam itu, Ahmad Fathonah (AF) dan Maharani (M) ketemu di hotel Le Meridien itu. AF sudah kontak LHI untuk datang ke hotel dan dia sudah siapkan 1 M.
Sang pembuat skenario sudah mengkondisikan media dan KPK untuk bersama menggrebek. LHI akan ketangkap basah: bersama wanita seksi dan bukti 1 M. Sempurna!
Skenario lanjutannya juga sudah disiapkan. Selain M, akan muncul juga Ayu Azhari (AA), Vitalia Sesha (VS), Kiki Amalia (KA) dan terakhir Darin Mumtazah (DM) serta mungkin wanita-wanita lain yang dipaksa keluar.
Tapi Sang Maha Pembuat Skenario berkehendak lain. LHI tidak datang ke hotel. Mestinya penggrebekan itu ditunda karena pemain utamanya tidak datang. Tapi kalau ditunda sampai kapan? Pilkada Jabar dan Sumut segera akan dimulai. Salah satu sasaran pembuat skenario adalah merusak citra LHI sehingga PKS tidak akan memenangkan pilkada di dua tempat itu.
Karena itu, penggrebekan tidak bisa ditunda. Harus malam itu juga. Penangkapan juga tidak bisa ditunda. Meski LHI tidak tertangkap tangan di hotel bersama AF dan M saat penggrebekan dan justru sedang memimpin rapat di DPP PKS, tetap harus dibekuk, malam itu juga.
Drama pun berjalan. Segala aset yang diduga ada hubungannya dengan LHI dan AF dipaksa sita meski awalnya tak sesuai prosedur, tidak membawa surat bukti sita. Satu demi satu saksi dipanggil walau tak ada hubungannya langsung dengan kasus. Jazuli Juwaini (JJ), misalnya, mengaku kepada wartawan saat dipanggil KPK, tak ditanya apa-apa. JJ hanya ditanya terkait dengan mekanisme hierarki struktur PKS. Tak ada hubungannya dengan kasus suap.
Tujuan pembuat skenario memang bukan untuk menjerat para saksi itu. Tapi untuk membuat deret panjang faktor yang membuat PKS tercoreng di mata publik. Kasus ini sengaja digoreng.
Mengenai usaha mencoreng nama PKS ini begitu transparan dilakukan sebagian media. Ingat kasus usaha penyitaan mobil-mobil di DPP PKS. Di media muncul kesan seolah sekuriti DPP PKS menghalangi usaha penyitaan. Tak disebutkan mengapa mereka menghalangi. Sehingga muncul kesan PKS tidak akomudatif terhadap KPK.
Kasus lainnya juga sama. Usai Hilmi Aminudin (HA) diperiksa KPK, berita serempak menyiarkan pengawal HA memukul para wartawan. Padahal yang terjadi sebaliknya.
Kasus terakhir, DM. Nah, ini lebih seru lagi karena melibatkan seorang wanita seksi siswi sebuah SMK. Di sebuah media lokal jaringan Jawa Pos (JP), dipampang besar-besar di head line-nya dengan judul ISTRI LUTHFI SISWI SMK. Langsung memvonis! Tak ada kalimat DIDUGA, DISEBUT-SEBUT dan kata sejenisnya. Tapi langsung pada opini. Bagaimana mungkin sebuah media yang merupakan jaringan JP bisa melakukan kebodohan seperti ini. Belum lagi di atas judul tersebut sengaja dipasang iklan calon Walikota dari PKS. Sengaja untuk memunculkan kesan: jangan pilih orang ini karena ada hubungan dengan LHI.
Kembali ke DM. Hari itu hampir semua media kompak memberitakan. Berdasarkan hasil wawancara satpam, sekretaris RT dan analisa Pustun-Timur Tengah-berdarah Arab, maka disimpulkan: DM istri nikah sirri LHI! Ditambah lagi kesaksian warga yang sering melihat LHI bolak-balik ke rumah kontrakan tersebut bahkan sampai menginap dan shalat Subuh. Tuduhan diperkuat lagi dengan adanya bukti transfer 10 juta dari LHI ke rekening DM. Sempurna! Sangkalan ibu DM dan bungkamnya LHI dikesampingkan.
Belakangan terbukti: LHI memang punya hubungan, bukan dengan DM tapi dengan ayahnya. Ada pun transfer dana seperti pengakuan DM kepada pihak sekolah, itu dana ayahnya yang numpang rekening DM. DM sempat bersumpah ia tidak pernah menikah dengan LHI.
Awal munculnya isu ini kalau ditelusuri begini. KPK mem-print catatan rekening tabungan LHI. Didapatkan dari sekian banyak transaksi, ada yang 10 juta ke wanita bernama DM. Sang pembuat isu langsung memainkan perannya. Memblow up berita seolah-olah LHI menikahi DM.
Tak ada yang mengaku sebagai perancang skenario drama ini, memang. Tapi targetnya jelas. Pertama, membenturkan PKS dan KPK yang selama ini sangat getol memerangi korupsi. Jika tidak PKS, maka KPK yang dirusak citranya, atau dua-duanya.
Target kedua, merusak citra PKS khususnya jelang Pemilu 2014. Caranya: merontokkan citra tokoh-tokoh PKS melalui KPK. Mereka berharap publik tidak akan menaruh kepercayaan lagi kepada PKS. Paling tidak, publik akan menganggap PKS sama dengan partai lain. DR. Chaerul Huda (ahli pidana, staf ahli kapolri) dalam acara di Jak Tv (23/5) menyatakan, "Kalo penegak hukum menghancurkan karakter tersangka, kasus hukumnya biasanya lemah (kasus TPPU LHI).”
Dari dua target itu, mana yang berhasil? Target pertama memang masih menunggu waktu. Tapi target kedua jelas gagalnya.
Fakta di lapangan justru sebaliknya. Gencarnya pemberitaan media, khususnya cetak dan elektronik, memang begitu memojokkan PKS. Tapi tampaknya, tidak terlalu berdampak besar terhadap PKS karena dua hal.
Pertama, para kader PKS khususnya sebagian besar kalangan terdidik. Mereka bisa memisahkan mana fakta dan mana bukan. Maraknya pemberitaan di media cetak dan elektronik, justru bisa diimbangi dengan media internet: blog, FB, twitter, BBM dan lainnya.
Kedua, tidak seperti kebanyakan partai lainnya, PKS tidak dibesarkan karena tokoh. Justru sebaliknya, PKS yang membesarkan kadernya menjadi tokoh. Karena itu, ‘rusaknya’ citra salah satu atau beberapa tokoh PKS, tidak akan berpengaruh besar. Dengan demikian, prahara ini tidak akan berdampak banyak terhadap kehancuran PKS.
Bahkan sebaliknya, gencarnya pemberitaan di media menjadi promosi gratis tersendiri bagi PKS. Mereka tak perlu mengeluarkan dana besar untuk memperkenalkan PKS ke publik. Hampir setiap hari, masyarakat disuguhi berita tentang PKS.
Hal ini mengingatkan kita pada awal-awal dakwah Nabi saw. Ketika tak mampu lagi membendung dakwah Nabi saw, apa yang dilakukan Abu Jahal? Bersama tokoh Quraisy lainnya, ia menemui setiap pendatang dan menceritakan keburukan Muhammad saw. Akibatnya, nama Nabi saw makin terkenal, kian membuat orang penasaran. Ketika mereka kembali ke kampung-kampung, mereka membawa berita tentang Muhammad saw. Lambat laun kian banyak yang tertarik karena isu yang dihembuskan Abu Jahal tidak sesuai dengan fakta. Mereka pelan-pelan masuk Islam.
Hal yang sama terjadi juga usai robohnya gedung WTC di Amerika. Saat media Barat ramai-ramai mencaci maki kaum Muslimin, nama Islam makin sering disebut. Orang-orang penasaran. Mereka beramai-ramai mempelajarinya, tidak menemukan seperti tuduhan. Mereka masuk Islam.
Selain itu, prahara PKS juga tampaknya tidak mengganggu kinerja para kadernya. Di berbagai daerah, mereka tetap mengisi majelis taklim, bakti sosial, mengisi ceramah untuk Peringatan Hari Besar Islam dan lainnya. Bukti nyata bahwa prahara ini tidak berpengaruh adalah: kemenangan PKS di Jabar dan Sumut serta beberapa wilayah lainnya.
Di sisi lain, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi PKS. Mereka jadi lebih selektif memilih para calon anggota dewan ke depan. Mereka juga lebih hati-hati dalam bertindak. Ibadah-ibadah personal dan berjamaah, seperti mabit, puasa sunnah dan lainnya menjadi lebih giat. Kegiatan menuju TIGA BESAR yang mereka namakan dengan Liqa' Tansiqi Tarbawi 3 Besar (LT3 Besar) terus berlangsung pada setiap kecamatan.
Dan, pukulan bandul prahara ini bisa jadi berbalik jika kelak terbukti jelang Pemilu 2014, LHI diputuskan TIDAK BERSALAH sebagai mana yang terjadi pada Misbachun, mantan anggota DPR RI PKS dan Achmad Ru’yat, walikota Bogor dan kawan-kawan yang divonis bebas!