JAKARTA – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta turut berduka cita atas berpulangnya Mantan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Kuan Yew. Demikian disampaikan Anis melalui akun twitternya @anismatta, Senin (23/3).
“Saya turut berduka atas berpulangnya mantan PM Singapura Lee Kuan Yew hari ini,” tulis Anis.
Anis memaparkan sebagai pendiri sekaligus peletak pondasi negara makmur dan modern, Lee telah berhasil membawa Singapura bertransformasi dari third world menjadi first world. Transformasi itu dilandasi oleh pilihan strategi ekonomi, jasa keuangan, dan hubungan kawasan yang tidak lepas dari inovasi dan kreativitas pemimpinnya. Bahkan, dengan ‘kreativitas’ memilih gaya kepemimpinan yang dianggap otoriter, Lee bersiteguh mempertahankannya.
“Lee dengan sadar memilih ‘gerakan disiplin nasional’ agar bangsa Singapura segera maju dan modern. Lee dikritik ‘Barat’ atas hukuman cambuk dan sikap otoriternya. Ia bergeming. Ia yakin pilihannya tepat untuk bangsanya. Lee percaya stabilitas adalah kunci kemakmuran. Dia membayar ‘harga’ untuk pilihannya itu. Dia dicap diktator. Itulah tugas pemimpin. Mengambil keputusan-keputusan besar dan mempertanggungjawabkannya,” papar Wakil Ketua DPR RI tahun 2009-2013 itu.
Menurut Anis, Lee merupakan tokoh yang memiliki pengaruh lintas negara. Ia lahir dari Situasi Perang Dingin paska Perang Dunia (PD) II, dan berhasil membangun ‘Kapitalisme Asia’ tanpa demokrasi liberal.
Hasilnya, Singapura tumbuh menjadi negara yang diperhitungkan. Hal ini menjadikan Lee bukan saja tokoh Singapura, tetapi juga tokoh Asia Tenggara, bahkan dunia. Pun dari seorang Lee, dunia memperoleh pelajaran penting tentang transisi pemerintahan.
“Dia tidak serta-merta melanjutkan kekuasaan kepada keluarganya. Tetapi memilih Goh Chok Tong sebagai jembatan transisi. Transisi berdasar pada meritokrasi itulah yang membuat orang menganggap naiknya Lee Hsien Loong niscaya dan positif. Ini kunci stabilitas,” jelasnya.
Politisi asal Bone, Sulawesi Selatan itu menambahkan Lee pernah mengatakan tak terlalu peduli poling opini atau popularitas. Menurut Lee, pemimpin yang mengkhawatirkan itu adalah pemimpin yang lemah.
Sebagian menyebut Lee sebagai benevolent authoritarian. Namun, Anis menilai Lee sebagai contoh pemimpin khas, menghadapi situasi tertentu yang tidak bisa digeneralisasi.
Terlepas dari polemik otoriter atau tidak, lanjut Anis, Lee telah mengantarkan Singapura menjadi bangsa bermartabat di dunia. Dengan tekun dan konsisten, Lee memiliki visi dan roadmap membangun negaranya.
“Kita selalu respek kepada pemimpin-pemimpin besar yang telah mengabdikan seluruh hidup mereka untuk cita-cita besar yang manfaatnya dirasakan oleh banyak orang. Bahkan bagi beberapa generasi, terlepas apapun agama atau ideologi mereka,” tambahnya.
Seperti diketahui, Lee Kuan Yew meninggal dunia di Singapore General Hospital pada Senin, 23 Maret 2015 pukul 03.18 waktu setempat dalam usia 91 tahun. Tokoh besar Asia Tenggara itu berpulang dengan meninggalkan warisan berupa kemajuan ekonomi Negara Singapura.
Selamat jalan, Lee Kuan Yew.
Sumber :