Jakarta (16/07) — Dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Ahmad Heryawan, menyampaikan keprihatinan dan dorongan perbaikan terhadap proses penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ada berbagai faktor yang menyebabkan PSU harus dilakukan, seperti tidak terpenuhinya syarat pencalonan, dugaan politik uang, dan pelanggaran netralitas ASN serta ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu. Ini tidak boleh terulang kembali,” ujar Kang Aher dalam pernyataan tertulisnya (15/07/2025).
Lebih jauh, mantan Gubernur Provinsi Jawa Barat dua periode ini menjelaskan dalam evaluasi yang dipaparkan DKPP, ditemukan bahwa dari total 1.809 teradu yang diputus sepanjang 2024-2025, lebih dari 42% dijatuhi sanksi, bahkan terdapat sanksi berat seperti pemberhentian tetap kepada sejumlah anggota KPU dan Bawaslu di daerah.
“Salah satu kasus mencolok adalah di Kota Palopo, di mana tiga anggota KPU diberhentikan tetap karena tidak profesional dalam verifikasi ijazah calon walikota,” ujarnya.
Fakta ini, imbuh Aher, menunjukkan bahwa masih ada kelemahan mendasar dalam tata kelola pemilu di tingkat lokal yang harus segera dibenahi, khususnya menjelang pelaksanaan PSU di sejumlah daerah.
“Kita mendesak DKPP, KPU, dan Bawaslu untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan kapasitas serta integritas SDM penyelenggara. Tidak boleh lagi ada pelanggaran yang mencederai keadilan dan kedaulatan rakyat,” tegas Anggota F-PKS DPR RI Periode 2024-2029 daerah pemilihan Jawa Barat 2 ini.
Terakhir, Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI ini menekankan pentingnya netralitas ASN dan pejabat publik dalam semua tahapan pemilu.
Selain itu, komisi II DPR RI mendorong adanya mitigasi dini terhadap potensi sengketa hasil jilid II di Mahkamah Konstitusi. Sejatinya keberhasilan pemilu bukan hanya soal teknis pelaksanaan, tetapi soal kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
“Pilkada adalah momentum demokrasi daerah, bukan ajang intervensi kekuasaan. Aparat negara harus benar-benar netral.
Kita tidak ingin PSU ini justru memunculkan gelombang gugatan baru. KPU dan jajarannya harus pastikan seluruh proses berjalan sah, adil, dan konstitusional. Pemilu yang bersih dan berintegritas adalah fondasi kepercayaan rakyat kepada negara,” demikian tutup Kang Aher.
Sumber :