REPUBLIKA.CO.ID - Presiden Donald Trump membuat masalah, semua barang impor ke AS dikenakan tarif pajak ekstra jumbo. Perang dagang Amerika dan Cina merembet ke semua negara. Awalnya AS memberikan tarif 145% untuk Cina, dibalas oleh Cina dengan 125% untuk AS. Perselisihan ini menguncang ekonomi dunia, termasuk Indonesia kena imbasnya.
Sektor yang terpukul cukup keras salah satunya pertanian dan perikanan, sebelum kena kenaikan tarif Indonesia sudah kena hukuman dumping 3%. Kondisi yang berat di tengah biaya produksi terus naik, harga jual cenderung turun.
Kesepakatan Prabowo dan Trump menghasilkan penurunan tarif dari 32 ke 19%, catatannya Indonesia memberikan akses penuh dan non tarif untuk produk Pertanian ke Indonesia. Apa konsekuensi dan dampaknya bagi pertanian dan petani, nelayan kita? Apa langkah kita?
Nelayan senasib, 90% nelayan tidak lulus sekolah menengah pertama, pengetahuan jauh dari cukup. Tantangan alam lebih keras membuat minat anak muda nelayan semakin turun jauh, tidak ada kepastian kesejahteraan untuk masa depan mereka. Profesi nelayan juga ditinggalkan anak muda sekarang.
Petani dan nelayan belum sejahtera, sumber daya terus menurun, tantangan global semakin meningkat. Negara produsen pangan dunia semakin egois, menekan negara berkembang untuk menjadi pasar bebas produk mereka, salah satunya keangkuhan Amerika membuat petani dan nelayan Indonesia bisa semakin tidak berdaya, akan ada kurang lebih 31 juta petani nelayan yang merasakan dampak tarif Trump, mereka tidak paham apa yang terjadi, tetapi dampaknya hampir 90% ke mereka.
Harapan petani nelayan sejahtera akan semakin berat, generasi muda di era emas 2045 sektor petani nelayan mungkin gak akan kita temukan, padahal sektor ini harapan ekonomi masa depan. Terus siapa yang akan mengisinya? Inilah tantangan berat, membuat anak muda tetap mau bertani dan menjadi nelayan.
Dampak tarif Trump ?
Kesepakatan Prabowo dan Trump akan efektif berjalan per 1 agustus 2025, tuntutan pembelian produk Pertanian senilai hampir 73 Triliun akan dilaksanakan jika ingin Indonesia mendapat tarif 19%. Indonesia harus siap banyaknya produk pertanian Amerika.
Ada minimal 10 produk Pertanian yang sudah rutin masuk, Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA) dalam laporan 2024 United States Agricultural Export Year Book, komoditas pertanian utama yang rutin diimpor Indonesia dari AS dalam lima tahun terakhir, diantaranya Kedelai: US$1,25 miliar, Biji-bijian penyuling: US$278 juta, Pakan, makanan lainnya dan makanan ternak: US$261 juta, Produk Susu: US$245 juta, Gandum: US$145 juta, Kapas: US$139 juta, Daging sapi dan produk daging sapi: US$93 juta, Bungkil kedelai: US$78 juta, Produk antara lainnya: US$53 miliar, Olahan pangan: US$48 miliar.
Melihat data ini, kedelai paling banyak 1.25 Milyar dollar. Ini data sebelum ada kesepakatan tarif 19%, mungkin bisa jadi akan lebih banyak produk Pertanian masuk ke Indonesia dalam jumlah yang melebihi kesepakatan 73 T, membutuhkan keberanian dan kecermatan dalam praktek perdagangannya.
Lalu dampaknya ke petani apa kira - kira?
Pertama, membuat tekanan harga kepada produk lokal. Udang vaname yang merupakan primadona ekspor ke Amerika, tetapi karena kabar kenakkan tarif ini membuat harga udang turun kisaran 10%, artinya harga produk lokal akan semakin turun. Otomatis perputaran ekonomi di bawah akan menurun.
Kedua, kenaikan tarif pajak membuat petani nelayan semakin enggan bertani dan melaut. Buat apa bertani jika produk harganya murah? Buat apa mencari ikan jika harga jual murah? Saat ini sudah terjadi, jika nanti produk Amerika banjir sampai pasar tradisional maka tidak akan ada yang mau bertani dan melaut.
Ketiga, melemahnya pondasi pertanian dan Kelautan. Ekonomi kita saat ini masih bergantung kepada konsumsi masyarakat di perdesaan dan pesisir, usaha kaki lima dan sedikit tambahan sektor industri yang melengkapi.
Faktnya dalam pengantar APBN 2026 Menkeu menjadikan petani nelayan sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional. Jika nanti pertahanan neraca perdagangan sektor pertanian perikanan dengan AS “jebol” maka akan menjadi alarm keras bahwa tujuan Trump menurunkan tarif bukan untuk negosiasi, melainkan melemahkan sektor fundamental ekonomi negara, pertanian dan perikanan.
Sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi dalam 15 tahun terakhir, yaitu 10,52% (yoy), didorong oleh subsektor tanaman pangan. Serapan tenaga kerja juga paling besar 2020 sebesar 24,9% dari total tenaga kerja. Capaian ini akan sia - sia jika petani dan nelayan semakin menurun kesejahteraannya.
Tiga dampak di atas harus dipikirkan secara jernih oleh pemerintah, kita tahu bahwa Amerika memiliki Indistri utamanya pertanian, luas lahan usaha minimal 169 Ha dan mereka punya 2.2 juta unit pertanian utama sebagai pemasok usaha pertanian mereka.
Lahan produksi kita semakin berkurang, mekanisasi pertanian masih 30%, peminat ilmu pertanian perikanan turun di kampus. Indonesia harus pasang kuda - kuda lebih kuat agar dampak ke petani dan nelayan bisa diantisipasi.
Jalan tengah
Kesepakatan sudah terjadi, tidak ada jalan lain kecuali kita harus siap segalanya. Kemampuan dalam surplus beras harus kita jaga. Harga produk di level petani harus tetap bagus. Dua hal yang harus tetap dipertahankan.
Dampak tarif Trump harus kita ukur dengan cermat, jangan sampai petani nelayan menjadi semakin lemah perannya. Jalan tengahnya
Pertama, menjaga pondasi APBN sektor pertanian perikanan harus lebih kuat, penuhi anggaran minimal 75 T agar mampu menjaga soliditas program sampai level desa. Selanjutnya peningkatan kapasitas kinerja ekspor sektor pertanian dan perikanan. Amerika sudah mulai protektif, selektif dan korbannya salah satunya udang.
Kedua, mencari pasar alternatif selain AS. Tidak mudah, tapi masih ada harapan untuk bisa membuka pasar ke Eropa dan sebagain Asia. Jepang masih membutuhkan banyak produk holtikultura, ikan sidat memiliki pangsa pasar yang bagus.
Ketiga, meningkatkan kapasitas industri pertanian perikanan. Penguatan BUMN sektor pangan tidak bisa ditawar lagi, jika sekarang belum maka momennya saat ini. Melalui Danantara wajib berinvestasi di sektor industri pertanian dan perikanan dengan kapasitas jumbo untuk mendukung hilirisasi sektor pertanian perikanan. Sebagai contoh, waktunya Indonesia memiliki budidaya udang vaname skala jutaan ton/tahun untuk menjadi pemaian global sektor perikanan.
Keempat, lahirnya koperasi desa merah putih harus menjadi pondasi industri pertanian perikanan yang menjaga produksi dan harga di level paling rendah. Fokuskan Jawa sebagai pusat Industri pertanian, kopdes merah putih harus sukses untuk menjadi mitra BUMN pangan. Kegagalan kopdes bisa menjadi pintu masuknya produk asing masuk desa dan pesisir lebih banyak.
Petani adalah pahlawan pangan, nelayan pahlawan protein kita. Jika dihadapkan dengan Trump maka kita sebagai bangsa harus berada di garda depan untuk melindunginya.
Sumber :