Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, menilai mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, tidak bisa dijerat dengan pasal penerima suap. Menurut Eva, pasal itu hanya bisa dikenakan kepada aparatur negara seperti Pegawai Negeri, Menteri, dan Presiden.
"Bagian unsur yang menentukan dalam pasal ini penerimanya adalah aparatur negara. Pimpinan partai tidak masuk. Pasal ini hanya untuk PNS dan aparatur negara," kata dia di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2013).
Eva Achjani Zulfa berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menjadi saksi ahli bagi Juard Effendi dan Arya Abdi Effendy. Dua petinggi PT Indoguna Utama ini ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap izin kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.Saksi lain yang dihadirkan adalah Dian, dosen Fakultas Hukum Trisakti, dan Thomas Sembiring selaku Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka penerima suap impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Dia dijerat pasal pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Dosen Fakultas Hukum Trisakti, Dian, membenarkan pendapat Eva. Dia menyatakan pasal yang menjerat Luthfi baru bisa dilakukan apabila yang bersangkutan adalah aparat negara. "Penyuapan bisa dilakukan harus berhubungan dengan jabatannya. Anggota DPR atau pimpinan partai tidak bisa dikenai pasal ini," kata dia kepada Majelis Hakim.
Saksi lain, Thomas Sembiring menyatakan kuota daging nasional sejak 2011 terus mengalami penurunan. Thomas mengatakan Elda Devianne Adiningrat selaku Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia menawarkan ada penambahan kuota impor daging. "Swasembada daging di Indonesia akan berhasil di 2014 jika impor daging di bawah 10 persen kebutuhan nasional," terang Thomas.
Menurut Thomas, penambahan kuota impor juga harus dikoordinasikan dengan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian. "Penambahan kuota itu harus melalui rapat koordinasi terbatas Kemenko Perekonomian, Kemendag, dan Kementan," ujar Thomas
Islamedia