Saya kira sidang LHI mencapai antiklimaks, setelah semua fakta mengemuka. LHI dituntut 18 tahun penjara oleh jaksa KPK dengan dua dalil utama: korupsi dan pencucian uang.
Kita tahu unsur korupsi: memperkaya diri sendiri atau orang lain; merugikan negara; melawan hukum, jika satu tak terpenuhi maka batal demi hukum.
Tuduhan korupsi LHI tak terjadi kerugian negara, berbeda dengan Hambalang atau Century, kuota impor bukan diskresi LHI.
Jika Anda ingat kasus Akbar Tanjung (dana Jaring Pengamanan Sosial) era Habibie dulu, pada kasus tersebut, diskresi penggunaan dana JPS adalah kewenangan Akbar. Tapi, Akbar akhirnya bebas sebab unsur “kerugian negara” tak terpenuhi. Korbannya adalah Rahadi Ramelan (Kabulog) dan yayasan abal-abal.
Pada kasus LHI: tak terbaca berapa kerugian negaranya. Persekongkolan LHI-Fathonah adalah mufakat bisnis, duitnya pun dari swasta. Maka, Jaksa KPK pun gamang, akhirnya dibawalah unsur “merusak citra PKS”. Kalau saya kader PKS tinggal saya bilang: “Apa pedulimu ?”.
Lalu LHI didakwa pula pencucian uang. Seperti yang Prof Ramli katakan bahwa KPK terlalu pagi menuduh TPPU: kejahatan utamanya belum terbukti. Seperti kita tahu, TPPU adalah “pidana lanjutan”, wajib dibuktikan dulu pidana dasarnya.
Tinggal satu yang tersisa: dakwalah LHI dengan suap. Namun muncul masalah lagi, yaitu: duitnya “ditemukan” di mobil Fathonah.
Pilihan pintasnya: Hancurkan citra LHI, bahwa dia sering ke rumah Darin Mumtazah, seorang ABG cantik bergaya Pakhtun. Lagi-lagi, apa pedulimu jika LHI menikahi Darin ? Toh poligami halal dan baru 3. Kader juga bangga jika seniornya memberi teladan.
Meski demikian saya tidak yakin LHI akan bebas. Banyak LSM yang sudah pasang kuda-kuda kalau hakim TIPIKOR berani melawan arus.
Tunggulah tanggal 10 Desember 2013 saat hakim TIPIKOR bacakan putusan LHI, Kita akan lihat: keadilan substantif atau keadilan lipstik yang menang.
Oleh : Inayatullah Hasyim
Tentang Inayatullah Hasyim
Menyelesaikan pendidikan dasar di Pondok Pesantren Attaqwa, Bekasi. Lalu melanjutkan studi ke International Islamic University, Pakistan. Kini, dosen di Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor.
Email: inayat4@yahoo.com Salam Inayatullah Hasyim
Tentang Inayatullah Hasyim
Menyelesaikan pendidikan dasar di Pondok Pesantren Attaqwa, Bekasi. Lalu melanjutkan studi ke International Islamic University, Pakistan. Kini, dosen di Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor.
Email: inayat4@yahoo.com Salam Inayatullah Hasyim
Sumber :
=================================================================Nol Rupiah Kerugian Negara, 18 tahun Tuntutan Penjara untuk LHI !
Kasus LHI - tidak ada kerugian Negara.
Setelah ditunggu tunggu hampir 11 bulan, akhirnya tuntutan terhadap LHI dengan hukuman 18 tahun menyuara di pengadilan setelah tuntutan yang sama di terima oleh AF yaitu 14 tahun. Terlepas dari fakta persidangan dan permainan yang menyertai kasus ini, KPK dan Pengadilan hanya focus pada 2 orang ini yaitu LHI dan AF, sementara aktor utama dan pihak pihak yang terlibat dalam kasus ini sebagai saksi kunci sengaja ditenggelamkan oleh KPK seperti Sengmen, Bunda Putri, Hatta Rajasa, Dipo Alam, Sudi Silalahi, Yudi Setiawan dan seterusnya. Padahal mereka memiliki keterlibatan dalam kasus ini, yang seharusnya juga mendapatkan perlakuan yang sama.
Inilah bukti kongkrit KPK dan pengadilan di negeri ini masih bermain main dengan hukum bahkan memiliki upaya mencederai kredibilitas penegakkan hukum. Yudi setiawan sebagai asesoris dalam kasus ini belum tersentuh pengadilan dan sengaja di endapkan, padahal posisi YS sangat penting karena telah banyak kasus yang menderanya dengan merugikan Negara sangat besar. Perjalanan sidang tidak akan berhenti sampai di LHI…masih banyak skenario KPK yang ingin dimainkan untuk melukai PKS.
Inilah pengadilan dan atraksi penegak hukum yang menabrak kaidah kaidah hukum dan lebih mementingkan arogansinya. Kemanakah keadilan dan kebenaran itu sesungguhnya?
Karena Bersaksi Palsu, Fathanah Pidanakan Sopir Pribadinya
Jakarta. Terpidana kasus impor daging sapi Ahmad Fathanah, berniat memidanakan sopir pribadinya, Sahrudin, terkait kesaksiannya di kasus pengurusan izin kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Menurut Rozi, Sahrudin saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengaku mendapat telepon dari Fathanah beberapa saat sebelum suami Sefti Sanustika itu ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
=================================================================Tipu tipunya KPK menggunakan UU TPPU pada kasus AF/LHI
1. eng ing eeeng …jreenk !!! kita bahas Tindak Pidana Korupsi Pencucian Uang yg skrg ini GALAK dilakukan @KPK_RI
2. akhir2 ini @KPK_R banyak memeriksa sejumlah orang yg dituduh KPK telah melakukan pencucian uang terkait dugaan rencana suap ke LHI
3. Apakah langkah pemeriksaan sejumlah orang atas dasar UU TPPU yg dilakukan @KPK_RI itu tepat? sesuai dgn hukum? jawabnya : TIDAK !!!
4. hampir semua pihak yg diperiksa KPK terkait aliran dana Fathanah itu SESUNGGUHNYA TDK ADA KAITAN /KORELASI dgn UU TPPU. KPK hny TIPU2 !
5. Tidak mesti jadi ahli hukum utk MEMBONGKAR kebusukan @KPK_RI dalam pemeriksaan puluhan wanita terkait Fathanah alias Olong itu
=================================================================
Analisis Dampak Vonis tersangka Suap Impor Sapi terhadap Ust LHI nantinya.
Saya mencoba menganalisa dampak dari vonis para tersangka kasus impor sapi nantinya terhadap keputusan para penegak hukum kepada Ust LHI. Sebelumnya saya mencoba menguraikan vonis para tersangka kasus suap impor sapi.
1. Vonis terhadap Ahmad Fathonah
Menjatuhkan hukuman vonis 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulanTerbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait pengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.Dakwaan Kedua : Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uangFathanah tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan keduaTapi harta harta Fathanah dirampas untuk negara terbukti melakukan melanggar Pasal TPPU Karena dianggap tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya (maksudnya?)
2. Vonis Direktur PT Indoguna, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi.
- Terbukti memberikan suap kepada Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq.- NAH LHO, KOK TERBUKTI MEMBERIKAN SUAP KEPADA UST LHI ?
=================================================================
LHI dan Prahara PKS, "Skenario Yang Tak Sempurna"
Skenario itu dibuat begini. Malam itu, Ahmad Fathonah (AF) dan Maharani (M) ketemu di hotel Le Meridien itu. AF sudah kontak LHI untuk datang ke hotel dan dia sudah siapkan 1 M.
Sang pembuat skenario sudah mengkondisikan media dan KPK untuk bersama menggrebek. LHI akan ketangkap basah: bersama wanita seksi dan bukti 1 M. Sempurna!
Skenario lanjutannya juga sudah disiapkan. Selain M, akan muncul juga Ayu Azhari (AA), Vitalia Sesha (VS), Kiki Amalia (KA) dan terakhir Darin Mumtazah (DM) serta mungkin wanita-wanita lain yang dipaksa keluar.
Tapi Sang Maha Pembuat Skenario berkehendak lain. LHI tidak datang ke hotel. Mestinya penggrebekan itu ditunda karena pemain utamanya tidak datang. Tapi kalau ditunda sampai kapan? Pilkada Jabar dan Sumut segera akan dimulai. Salah satu sasaran pembuat skenario adalah merusak citra LHI sehingga PKS tidak akan memenangkan pilkada di dua tempat itu.
lihat lengkap di :
=================================================================
AS Hikam: Abraham Samad Cs seperti Tokoh Humor dari Timur Tengah
Karena itu, Hikam menyamakan Abraham Samad dan juga KPK dengan Nasaruddin Hoja, sosok yag ada dalam cerita humor dari Timur Tengah.
Suatu malam, Hoja mencari-cari sesuatu di jalan raya yang diterangi lampu. Hal ini menarik perhatian sementara orang, dan mereka bertanya kepada Hoja, apa yang dilakukan di jalan raya. Hoja menjawab bahwa ia sedang mencari kunci yang hilang. Si penanya bertanya lagi kepada Hoja, dimana kunci itu hilang. Hoja pun menjawab kuncinya hilang di dalam rumah. Si penanya heran, dan bertanya, mengapa mencari kunci di jalan padahal hilangnya di rumah. Dengan ringan, Hoja menjawab: “Soalnya di rumah gelap, di jalanan sini terang!”
Kata Hikam, perilaku Abraham Samad dan KPK ini seperti Hoja. Sudah jelas ada kasus besar yang disembunyikan di tempat gelap gulita, namun KPK malah memilih tempat yang terang-terang saja.
“Jangan-jangan Luthfi ini barang yang salah dicari, he he. Bukan saya curiga ke KPK, tapi saya berhak bertanya ke KPK. Syukur kalau KPK bisa menjelaskannya,” demikian Hikam. [yayan sopyani al hadi/rmol]