Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA prihatin dengan terjadinya penganiyaan terhadap Syaikh Ali Jaber, seorang ulama yang dikenal moderat, dakwahnya sejuk, toleran, menolak terorisme dan mendakwahkan cinta Negara Indonesia pula.
Karena itu ke depan HNW berpendapat, Indonesia perlu memiliki Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama. Bukan hanya untuk lindungi Tokoh Agama Islam saja, melainkan semua tokoh Agama dari seluruh Agama yang diakui di Indonesia.
Hidayat meminta pihak kepolisian segera mengusut kasus ini secara terbuka dan tuntas, termasuk apa motiv, siapa dalang, dan jangan berhenti pada alasan “klise”, yakni gangguan mental.
Sebab para netizen saja bisa menampilkan banyak foto mutakhir dari pelaku, sebagai bukti digital bahwa yang bersangkutan dalam kondisi yang normal, agar persekusi terhadap Ulama atau tokoh Agama tidak terulang kembali.
Agar menghadirkan efek jera, menurur Hidayat menjadi penting bagi penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi berat kepada pelaku penikam Syekh Ali Jaber saat berdakwah di masjid Falahudin, Sukajawa, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung.
Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ini juga mendesak agar DPR RI dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU PTASA) yang sudah diputuskan menjadi RUU Prolegnas Prioritas 2020.
“Selama ini Indonesia sebagai Negara Hukum, belum mempunyai aturan hukum yang khusus untuk melindungi tokoh agama dari beragam agama yang diakui sah di Indonesia,” ujar Hari Dayat melalui siaran pers di Jakarta, Senin (14/9).
Menurut HNW, penikaman terhadap Syekh Ali Jaber merupakan bukti bahwa ancaman dan intimidasi terhadap ulama, tokoh Agama Islam, dan juga tokoh agama lainnya, nyata adanya.
Sehingga Indonesia sebagai Negara Pancasila, yang mengakui kebebasan melaksanakan ajaran Agama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia dan mewajibkan Negara untuk melindungi seluruh Penduduk Indonesia dalam UUD NRI 1945, memerlukan instrumen hukum yang spesifik dan bisa melindungi peran para tokoh agama saat menyampaikan ajaran agamanya masing-masing.
“Ini bukan kasus yang pertama, karena kasus serupa sudah berulangkali terjadi. Kalau negara sekuler seperti Amerika Serikat, yang mayoritas beragama Kristiani saja mempunyai aturan hukum untuk melindungi pemuka agama agar tidak dikriminalisasi, seperti adanya Pastor Protection Act, maka sewajarnya bila Indonesia Negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa juga mempunyai aturan hukum yang menjadi lex spesialis untuk melindungi Tokoh Agama,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan bahwa RUU tersebut perlu memuat perlindungan fisik bagi tokoh agama dari semua Agama yang diakui di Indonesia, saat mereka sedang menyampaikan ajaran agamanya. Juga sanksi bagi yang melakukan persekusi terhadap tokoh agama.
“Perlindungan fisik dapat berupa perlindungan dari intimidasi, ancaman kekerasan, hingga kekerasan fisik seperti yang baru saja menimpa Syekh Ali Jaber. Hal itu perlu diatur secara tegas di dalam peraturan lex spesialis di level undang-undang. Sanksi bisa berupa kurungan penjara maupun denda,” ujarnya.
HNW menuturkan, di tengah arus deras sekulerisme, kapitalisme, liberalisme, atheisme, terorisme dan hedonisme atau permissivisme serta ideologi amoral lainnya, para tokoh agama berada pada posisi yang rentan ketika menyampaikan ajaran agamanya, terutama menyangkut masalah moralitas, serta masalah haq dan yang bathil, yang boleh dan tidak boleh menurut ajaran agama.
“Itulah konteks perlindungan diberikan. Apalagi, sebagian tokoh agama gencar menyuarakan bela moral dan negara dari ancaman komunisme, separatisme, terorisme, LGBT, phedopilia, dan ideologi terlarang lainnya.
Para pengusung ideologi dan laku terlarang yang tak sesuai dengan Pancasila, itu tentu tidak akan tinggal diam ketika ada tokoh agama yang menyadarkan umat bahwa ideologi dan perilaku mereka, itu bertentangan dengan ajaran Agama, dan dasar Negara Pancasila” tambahnya.
Bisa bayangkan, Syekh Ali Jaber yang terkenal moderat, dakwahnya sejuk, toleran dan menolak radikalisme dan mendakwahkan Muslim yang cinta Indonesia saja dapat diperlakukan seperti itu.
Lalu, bagaimana nasib para tokoh agama yang berani bersuara lantang mengajarkan ajaran agama dengan tetap cinta tanah air dan mempraktekkan moral, tetapi menolak komunisme dan separatisme, terorisme, LGBT, dan perilaku amoral lainnya.
“Agar tidak menimbulkan keresahan umat, mejaga moral bangsa, beragama yang moderat dan toleran, serta demi tegaknya prinsip Indonesia sebagai Negara Hukum, wajar bila Indonesia perlu segera mempunyai aturan hukum yang adil dan dapat dirujuk untuk melindungi tokoh agama dari agama-agama apapun yang diakui di Indonesia, saat mereka menyampaikan kebenaran ajaran agamanya secara benar,” pungkasnya.
Sumber :