Jakarta (26/09) — Pemerintah sepakat tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada Desember mendatang. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengorkestrasi pelaksanaan pilkada tahun ini.
Hal ini diungkapkan Mardani dalam diskusi virtual Polemik Trijaya yang bertajuk ‘Pilkada di Tengah Pandemi’ pada Sabtu (26/9/2020). Mardani menilai pilkada di masa pandemi COVID-19 dapat menjadi momentum unjuk diri bagi bangsa Indonesia apabila memiliki orkestrasi yang kuat.
“Ini ada Pak Kastorius (Stafsus Mendagri). Saya ingatkan kembali, Pak Mendagri, pilkada ini bisa jadi salah satu momen show off force bangsa Indonesia di tengah pilkada bisa melakukan kegiatan massal terencana, rapi, tidak jadi klaster baru kalau orkestrasinya kuat,” kata Mardani.
“Karena itu, harus ada yang berani ambil orkestrasi. Saya berkali-kali menyarankan Mendagri yang mengambil atau Presiden memberikan Mendagri,” imbuhnya.
Politikus PKS ini mendesak Tito menjadi orang yang mengkoordinasi pelaksanaan pilkada. Sebab, menurut Mardani, Tito merupakan pembina dari kepala daerah serta pernah menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
“Kedua orkestrasi. Jangan ragu, jangan bimbang, memang Mendagri dalam hal ini ketemu ya, karena yang bisa orkestrasi kepala daerah. Gini Mendagri punya sampai ke bawah, Mendagri pembina para kepala daerah. Mendagri bekas Kapolri, sehingga dengan segala halnya sudah fungsikan saja dia (Mendagri) sebagai orkestrator.
Mardani menilai momen ini dapat menjadi ujian kepemimpinan bagi Tito. Menurutnya, jika Tito ingin maju ke jenjang yang lebih tinggi, jangan takut untuk mengambil risiko.
“Tetapi betul-betul ini ujian kepemimpinan Mendagri. Lulus, bagus positif. Batal, di-reshuffle. Ya nggak apa, kalau mau maju lebih tinggi, jangan takut ngambil panggung,” tuturnya.
Dalam diskusi yang sama, Mardani juga menyoroti perlunya peraturan pengganti undang-undang (perppu) yang tegas dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Menurutnya, peraturan KPU (PKPU) saat ini memiliki status di bawah perppu sehingga memiliki potensi untuk digugat.
“PKPU derajatnya di bawah undang-undang. Ketika undang-undang masih membolehkan pilkada dilakukan dengan pentas seni, konser musik, kemudian jalan sehat, lomba, kampanye terbatas. sementara peraturan KPU (PKPU) ingin membatasi, maka ini sangat mudah untuk digugat,” ujar Mardani.
Lebih lanjut Mardani mengatakan PKPU yang ada juga berpotensi menjadi pasal karet. Sebab, menurut Mardani, masih belum ada undang-undang spesifik terkait sanksi pelanggar protokol kesehatan COVID-19.
“Dalam pilkada tidak bisa bersifat imbauan, dia harus kekuatan hukum yang tegas, payung hukum yang keras. Apalagi di masa sekarang, yang dibutuhkan perubahan PKPU dengan mengambil beberapa perundang-undang, kayak UU Karantina Wilayah, UU Penyakit Menular, Undang-Undang KUHP yang itu sebetulnya tidak secara spesifik bisa diterapkan kepada kondisi COVID 19, sehingga peluang itu disalah tafsirkan atau digugat atau jadi pasal karet itu juga terbuka,” ungkapnya.
Diketahui, KPU sudah mengubah peraturan mengenai pilkada. Dalam aturan terbaru, KPU melarang konser musik dalam kegiatan pilkada di masa pandemi virus Corona ini.
Peraturan terbaru yang melarang konser musik adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam kondisi Bencana Nonalam COVID-19.
Sumber :