Kamis, 28 November 2019

Cegah Fraud, Legislator Ingatkan BNI Lakukan Pengendalian Internal


Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati. 
Foto : Mentari/mr

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menyoroti potensi dilakukannya fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen Bank Negara Indonesia (BNI). 

Ia mencontohkan kasus pembobolan dana nasabah Bank BNI senilai Rp 58,9 triliun yang terjadi di Ambon, Maluku pada Oktober lalu.

“Pada bulan Oktober lalu, terjadi skandal pembobolan dana nasabah senilai Rp 58,9 miliar yang kemudian diketahui tersangka pelakunya adalah 3 Kepala Cabang BNI di Tual dan Masohi. 

Ini dilakukan oleh petinggi BNI sendiri, dan ini menjadi catatan saya,” kata Politisi Partai PKS ini dalam rilis pers yang diterima Parlementaria, Rabu (27/11/2019).

Politisi Fraksi PKS ini mengingatkan bahwa kasus ini harus menjadi peringatan bahwa sistem pengawasan internal BNI perlu dibenahi, karena manajemen yang seharusnya melakukan pengawasan, namun mereka sendiri yang melakukan fraud. 

Anis juga mengingatkan bahwa kasus manajemen fraud di internal BNI ternyata juga pernah terjadi di beberapa kantor cabang daerah lainnya, terkait penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). 

Berdasarkan penelusuran yang dilakukannya, ia juga menemukan kasus serupa terjadi di Garut pada tahun 2011 namun baru terungkap pada tahun 2019, yang menimpa salah satu warga Ciwalen, Garut, Atang Suparma (52) yang secara tiba-tiba ditagih oleh lima orang penagih hutang karena belum membayar pinjaman KUR dari Bank BNI.

Anis menyampaikan bahwa Kuasa Hukum Atang menduga adanya manipulasi data yang dilakukan oleh manajemen BNI, karena Atang tidak pernah mengajukan KUR kepada BNI dan bukan pula nasabah BNI. 

Mediasi yang dilakukan dengan pihak BNI pada Agustus 2019 atas kasus ini hingga kini belum menemukan jalan keluar.

Temuan lain, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan laporan temuan pengelolaan KUR di Lubuk Linggau yang diduga terkait manipulasi data pada tahun 2012 lalu. Pencairan fasilitas KUR kepada 295 debitur dengan plafond sebesar Rp 78,9 miliar diragukan kewajarannya, di mana 126 debitur diantaranya dengan total plafond sebesar 47,3 milyar rupiah terindikasi fiktif. 

Hal yang sama terulang di tahun 2013, di mana BPK menemukan pemberian fasilitas KUR kepada 50 kelompok peternak sapi, 20 kelompok ayam petelur dan 60 kelompok ayam pedaging, serta 24 debitur sub kontraktor, terindikasi direkayasa dan berpotensi merugikan BNI.

“Bagus apa yang telah dilakukan BNI dalam penyaluran KUR terutama di daerah-daerah minus, namun yang ingin saya garis bawahi adalah sistem pengendalian internal di kantor cabang daerah harus menjadi catatan karena seharusnya dapat meminimalisir fraud. Soal ini penting menjadi perhatian kantor pusat,” tandas Anis. 

Sebagaimana diketahui, sepanjang Januari sampai September 2019, BNI melaporkan telah menyalurkan dana KUR sebesar Rp 14,4 triliun atau setara dengan 90 persen dari jatah tahun ini yaitu sebesar Rp 16 triliun. 

“KUR merupakan program memberdayakan masyarakat, ketika masyarakat dibohongi, maka perilaku itu tidak hanya merugikan citra BNI, tetapi juga menurunkan reputasi dan kredibilitasnya yang berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BNI,” pungkasnya. (alw/es)

Sumber :