Minggu, 21 Oktober 2018

Konsekuensi Alih Kewenangan Kemetrologian



Alih kewenangan di bidang kemetrologian yang semula dilakukan provinsi kini dialihkan ke kab/kota sebagai konsekuensi dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ternyata menyisakan masalah.
“Alih kewenangan kemetrologian ini membuat tidak adanya kepastian hukum bagi konsumen karena uji timbangan atau peneraan yang sebelumnya dilakukan pemprov kini terkesan diabaikan.”
Demikian dikatakan oleh Anggota Komisi II Ridho Budiman Utama saat Komisi II melakukan kunjungan kerja ke Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Agro Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat di Kota Tasikmalaya (18/10).

Hal yang sama dikemukakan disampaikan Kepala Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Agro Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, Bambang Satriadi yang menyampaikan karena alih kewenangan tersebut, saat ini peralatan tera yang dimiliki pemprov telah diberikan kepada kab/kota terkait tentunya dengan harapan kewenangan peneraan dapat dilakukan secara berkala oleh kab/kota sebagaimana yang dilakukan oleh balai provinsi sebelumnya.

Namun menurutnya karena adanya ego sektoral, kewenangan peneraan ini tidak dilakukan secara menyeluruh ke semua wilayah dan hanya terfokus kepada kab/kota dimana peralatan tersebut diserahterimakan dengan alasan PAD.
“Padahal seharusnya peneraan itu dilakukan per wilayah bukan per kab/kota.”
Mengenai alih kewenangan ini, Wakil Ketua Komisi II Ijah Hartini mendorong dilakukannya koordinasi dengan kab/kota terkait sarana dan prasarana penunjang kerja yang telah diserahkan kepada kab/kota sesuai kewenangan.

Sementara itu, terkait dengan potensi pertanian dan perkebunan yang besar, sudah saatnya Jawa Barat memiliki balai pengujian dan sertifikasi mutu barang agro yang didukung oleh SDM, anggaran, sarana dan prasarana yang memadai.

Keberadaan balai ini diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan daya jual komoditas agro di Jawa Barat yang karena keterbatasan sarana dan prasarana tadi balai yang ada baru bisa melakukan pengujian muti komoditas kopi, itupun saat ini masih belum melakukan pelayanan karena keberadaan balai yang masih baru.

Hal ini disampaikan Kepala Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Agro Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, Bambang Satriadi saat menjelaskan keberadaan balai yang dipimpinannya kepada Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat.

Pada kunjungan kerja Komisi II yang dpimpin Wakil Ketua Komisi II, Ijah Hartini dijelaskan melihat potensi yang dimiliki, Jawa Barat dapat dikatakan terlambat memiliki balai uji mutu ini. Bambang menjelaskan di Surabaya Jawa Timur saja contohnya sudah memiliki balai sejenis sejak dua puluh tahun yang lalu.

Sementara itu, menanggapi apa yang disampaikan oleh kepala balai, Ridho Budiman Utama, Anggota Komisi II mengatakan bagaimanapun pelaksanaan fungsi balai harus ditunjang anggaran yang memadai. Karenanya ia menyarankan agar dilakukan pendataan potensi komoditas pertanian dan perkebunan yang dimiliki Jawa Barat.
“Di data potensinya apa, dimana sehingga nanti ada gambaran hasilnya seprti apa dan PAD yang bisa didapat berapa, demikian saran Ridho.
Lebih lanjut dikatakan Ridho, dengan didukung data yang jelas DPRD dalam hal ini Komisi II bisa memberikan dukungan serta argumentasi yang kuat untuk penganggaran yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Sumber :