Selasa, 12 Juli 2022

Khutbah Idul Adha, Fikri: Bangun Peradaban Damai dengan Spiritualitas, Persatuan dan Keadilan


Tegal (11/07) — Anggota DPR RI Fraksi PKS asal daerah pemilihan Kota dan Kabupaten Tegal, serta Kabupaten Brebes Jawa Tengah, Abdul Fikri Faqih diberi kesempatan mengisi khutbah Iedul Adha 1443 H di Lapangan perumahan kartini Slawi, Kabupaten Tegal ahad (10/07/2022).

“Hari ini kita mengingat kembali khutbah Rasulullah SAW dalam peristiwa haji wada (haji terakhir beliau) pada tahun ke-10 Hijrah, yakni tentang membangun peradaban dengan spiritualitas, persatuan, dan keadilan,” kata Fikri di depan ratusan jamaah sholat ied.

Fikri berujar, pada sesi pertama khutbahnya, Rasulullah mengingatkan kepada jamaah, tidak selamanya mereka akan selalu bersama Rasul. Bahkan, beliau mengisyaratkan bahwa jangan-jangan tahun depan sudah tak berjumpa lagi dengannya di Arofah, maka Rasul mengingatkan supaya jamaah mendengarkan dengan seksama.

“Pelajarannya adalah tidak ada yang bisa menjamin apakah kita yang hadir pada hari ini dan di tempat ini, bakal menemui Iedul Adha akan datang kembali,” imbuh Fikri.

Khutbah Rasul tersebut, menurut Riwayat para ulama, didengar oleh seratus ribuan orang jamaah haji tanpa pengeras suara dari shaf terdepan hingga jamaah paling ujung.

“Betapa para sahabat juga sangat mendengarkan dengan cermat isi khutbah Rasul.”

Fikri mengingatkan, bahwa andai tahun depan tak bisa berjumpa dengan Iedul Adha lagi, sudahkah kita siap menghadap Tuhan, sang Rabbul Izzati?

“Kalau belum, maka sepulangnya dari sini, setiap pekerjaan kita, perjalanan kita, ucapan dan tindakan atau tingkah laku kita mari kita siapkan dalam rangka menghadap kepada Tuhan yang Maha Kuasa,” katanya.

Menurut Fikri mentalitas bahwa apa yang kita kerjakan sekarang adalah guna mempersiapkan kehidupan setelah kematian kita itu disebut dengan semangat spiritualitas yang sesungguhnya untuk membangun peradaban yang berkelanjutan.

Fikri juga mengangkat pesan Rasul yang sangat monumental. “Para ulama bersepakat bahwa haram kita bertengkar, berseteru, apalagi sampai menumpahkan darah,” imbuhnya.

Hal ini berlaku bagi siapa saja, baik sesama manusia, apalagi sesama orang beriman. Mengutip Rasulullah, bahwa andaikan di masa lampau ketika periode jahiliyah, ada saling balas antara satu suku dengan suku lain karena bayaran atas perjanjian yang harus diganti dengan nyawa juga, maka sejak saat itu, kaum muslimin tidak boleh menagihnya, meski dengan orang Yahudi sekalipun.

Dalam sejarah inilah momentum persatuan digemakan demi alasan keimanan dan demi alasan kemanusiaan.

“Bila kita hanya berbeda penentuan tanggal hari raya saja bertengkar, apalagi berbeda Ormas lantas kita harus bermusuhan dengan yang berbeda organisasi ini jelas sangat tidak mengindahkan pesan agung Rasulullah pada Khutbatul Wada tersebut,” ucap Fikri.

Fikri menegaskan, semangat tidak bertengkar, saling menghormati sesama makhluk Tuhan tersebut menunjukkan bahwa kita berbeda namun harus Bersatu untuk saling bekerjasama membangun peradaban manusia di muka bumi ini.

Pada kesempatan haji wada kala itu, Rasul juga mengingatkan, bahwa yang menghancurkan perekonomian ummat saat itu adalah mereka yang terlilit hutang dengan sistem riba.

“Yang mengakibatkan yang kaya akan tetap kaya dengan modalnya dan yang miskin terus terlilit utang dengan bunga berlipat sehingga tak sanggup bangkit dari kemiskinan”.

Fikri bersyukur, bahwasanya perbankan kita sudah mulai berpindah dari sistem ribawi, terutama bank milik Pemerintah, Namun sayangnya masih banyak dari kita yang tidak peduli dengan sistem ini.

“Untuk itu, marilah kita sadar bahwa bagian dari membangun keadilan ekonomi adalah dengan berusaha meninggalkan sistem riba yang terbukti menyengsarakan rakyat dan hanya memperkaya pemilik modal,” imbau dia.

Selanjutnya, Rasulullah juga mengingatkan agar kita menghormati kaum wanita, sebagai pilar utama rumah tangga, mengutip hadist rasul,

، إن لِنسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حقاً، ولَكُمْ عَلَيْهِنّ حقّ

“Sebagaimana kamu mempunyai hak atas istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak atas kamu.”

Dalam hadis tersebut, Rasul menguatkan tentang keadilan dan kesetaraan dalam islam antara lelaki dan perempuan yang masing-masing memiliki tugas dan kewajiban yang saling melengkapi.

“Maka tidak ada diskriminasi atas perbedaan jenis kelamin ini,” Tegas Fikri.

Pada akhirnya Rasulullah mengingatkan kembali tentang asal usul manusia yang sama bahwasanya:

أَيهَا النّاسُ، إنّما المُؤمِنُونَ إخْوةٌ

Artinya: “Wahai manusia sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara.” Kemudian, di hadis lain disebutkan bahwa, Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa diantara kalian, tidak ada keutamaan Arab atas bukan Arab kecuali karena ketakwaannya.

Rasulullah juga mengakhiri pesannya dengan sangat elegan, “Sungguh telah ku tinggalkan ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat selama-lamanya; yakni Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.”

Sumber :