Selasa, 17 Oktober 2017

Merawat Kebhinnekaan Menuju Indonesia Emas 2045


"Kita mempunyai kemampuan karena memiliki Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika untuk merawat kebhinnekaan tanpa meninggalkan karakter," seperti yang terjadi di Myanmar, Palestina dan Kosovo.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua MPR RI Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA. saat menyampaikan Orasi Kebangsaan "Merawat Kebhinnekaan dan Memajukan Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045," pada acara Seminar dan Lokakarya Nasional serta Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), di Graha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS) Jawa Barat, pada Kamis, 12 Oktober 2017.

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI diselenggarakan MPR RI bekerjasama dengan DPP IMM ini dihadiri oleh anggota MPR RI Thoriq Hidayat (Fraksi PKS), Rektor UMTAS Dr. Ahmad Qonit Ali Daud, MA., Ketua DPP Muhammadiyah Drs. Dahlan Rais M.Hum, dan 200 mahasiswa peserta sosialisasi.

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI adalah tuntutan reformasi dan sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) yang memerintahkan Pimpinan MPR RI mensosialisasikan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan MPR RI sudah melaksanakan sosialisasi ini dengan bebagai metode seperti Outbound, LCC, dan melalui seni budaya asli Indonesia, ujar Hidayat.

Di hadapan para dosen dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Hidayat menjelaskan bahwa agama Islam tidak pernah mendikotomikan antara urusan dunia dan akhirat. “Para ulama pendiri bangsa belajar agama adalah juga untuk bagaimana mengurus kehidupan berbangsa dan bernegara,” paparnya. 

Dia mencontohkan, dasar negara Pancasila dan seluruh undang-undang dasar, dari UUD Tahun 1945 hingga UUD NRI Tahun 1945, menyebutkan bahwa negara ini berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa. Lebih lanjut diungkapkan, ketika bangsa ini merdeka, 17 Agustus 1945, Pancasila yang ada adalah Pancasila yang disepakati pada 22 Juni 1945. Pancasila itu disepakati oleh Tim 9, 4 anggota Tim 9 adalah Abikusno Tjokrosuyoso, Wachid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Agus Salim. “Mereka adalah dari golongan Islam,” ujarnya.

Dalam Piagam Jakarta tersebut, Sila I Pancasila mengatakan, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Namun pada hari selanjutnya, utusan masyarakat Indonesia bagian timur yang beragama non-Muslim menemui Mohammad Hatta menyatakan keberatan dengan Sila I itu. Setelah melakukan lobi-lobi akhirnya keberatan itu diterima sehingga Sila I Pancasila bunyinya seperti Pancasila saat ini. “Tokoh-tokoh Islam mengakomodasi keberatan itu,” ujarnya. “Sila I Pancasila yang disepakati selanjutnya akhirnya diterima semua kelompok,” tambahnya.

Ditegaskan oleh Hidayat Nur Wahid, Sila I Pancasila itu menunjukkan dasar negara menyatakan adanya relasi, hubungan, antara negara dan agama. Dikatakan, pendiri bangsa kita memikirkan bagaimana kita mempunyai sebuah negara Indonesia merdeka, tetapi juga berjalannya keberagamaan. 

Dalam kesemptan itu Hidayat mengungkapakan bangsa Indonesia pernah mengalami sejarah kelam yaitu terjadi pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan G30/S/PKI. Setelah PKI berhasil digagalkan upaya pemberontakannya, pada tahun 1966 melalui Sidang MPRS membuat satu Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Dalam akhir kata, Hidayat Nur Wahid mengatakan, tantangan para pemuda sekarang sangat komplek. Untuk itu diharapkan dalam menjaga kebhinnekaan ini para pemuda terutama Mahasiswa Muhammadiyah dapat menggunakan cara-cara yang pernah di lakukan oleh para para founding fathers dan mothers yakni, Pancasila,” katanya. “Dan kita harus mempelajari Pancasila dari keteladanan para pemimpin,” ujarnya. (JAZ)

Sumber :