Sabtu, 13 Maret 2021

Mimbar Demokrasi Kebangsaan Fraksi PKS : Moderasi Islam Faktor Penting Kebangsaan Indonesia


Jakarta (13/03) — Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini memberikan sambutan pada Mimbar Demokrasi dan Kebangsaan Fraksi PKS DPR #2 dengan tema ‘Moderasi Islam dan Kebangsaan Indonesia’ yang digelar secara virtual hari ini, Jum’at (12/03/2021).

Hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Din Syamsudin, Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan Dr. Hidayat Nurwahid.

Dalam sambutannya Jazuli menegaskan bahwa PKS sebagai partai Islam memiliki peran strategis dalam menghadirkan Islam yang rahmatan lilalamin di bumi Indonesia. Bukan hanya bagi bangsa Indonesia tapi juga alam dan lingkungan, karenanya PKS selalu bersikap kritis terhadap kebijakan yang merugikan rakyat, merusak hutan, dan lingkungan.

“Tema moderasi Islam dan kebangsaan ini sengaja kami angkat agar kita semua umat Islam memiliki rasa tanggung jawab bahwa Islam menjadi faktor penting keindonesiaan. Maju mundurnya bangsa Indonesia, keberhasilan dan keterpurukan Indonesia, pasti ada andil dan kontribusi umat Islam,” ungkapnya.

Menurut Anggota Komisi I DPR Dapil Banten ini, Islam diterima luas di Indonesia dan kemudian menjadi agama mayoritas karena Islam memiliki karakter wasatiyah (moderasi/jalan tengah), keseimbangan, dan didakwahkan secara damai seperti dakwah Wali Songo yang tanpa ada pertumpahan darah sedikitpun.

Selanjutnya, dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia maupun dalam pembentukan negara Indonesia merdeka, rasanya tidak bisa dipisahkan dari peran umat Islam dan para santri.

Menurut Jazuli Juwaini, NU menyebut Pancasila dan NKRI sebagai ‘Darussalam.’ Sementara Muhammadiyah menyebut Pancasila dan NKRI sebagai ‘Darul Ahdi wa Syahadah’.

“Indonesia bukan negara agama, tapi Indonesia jelas negara beragama karena sila pertama Pancasila jelas menyatakan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa. ‘Inilah karakter Indonesia yang harus kita jaga sampai kapan pun, tegasnya”

Menurutnya, tanpa mengecilkan peran saudara-saudara dari agama lain, peran besar umat Islam, para santri, ulama, dan tokoh Islam dalam perjuangan kemerdekaan dan berdirinya Indonesia tidak bisa dikecilkan.

“Karena Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, maka harus menjadi perekat persatuan, penjaga indentitas dan karakter bangsa serta penggerak kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia,” tegas Jazuli.

Pentingnya Konsistensi Melaksankan Prinsip Wasatiyah Islam

Sementara itu, Profesor Din Syamsudin mengatakan Islam adalah agama wasatiyah yang mencakup prinsip-prinsip seperti tawasuth (tengahan), I’tidal (adil proporsional), tasamuh (toleransi), syura (musyawarah), islah (membangun dan perdamaian), qudwah (keteladanan utama), dan muwatonah (keberbangsaan).

Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 ini mengkritisi penggunaan istilah moderasi Islam sebagai alat menghadapi kelompok yang berbeda.

“Moderasi Islam sebagai lawan dari intoleransi, radikalisasi dan ekstrimitas telah dijadikan sebagai alat pemukul oleh kelompok yg berkuasa untuk memukul lawan lawan politik yg sesungguhnya ingin melakukan perbaikan,” ungkapnya.

Untuk itu, Din menyarankan agar prinsip-prinsip wasatiyah Islam terus dijalankan dan dilaksanakan secara konsekuen termasuk dalam bentuk kritik dan perbaikan kepada pemerintah dan dirinya mengapresiasi posisi PKS sebagai oposisi loyal.

“Saya senang, PKS menyatakan diri sebagai kekuatan oposisi, oposisi loyal. Loyal kepada negara yg dibentuk besama-sama, dimana jasa umat Islam sangat real dan signifikan, loyal kepada pemerintah yang dipilih hasil pemilu demokrasi berdasarkan konstitusi, namun kita kritis terhadap penyimpangan kelompok yang sedang berkuasa memimpin negeri,” tegas Din.

Wasatiyah Islam sendiri menurut Din telah bersenyawa dalam kebangsaan Indonesia dalam bentuk Pancasila. Kita semua bertanggung jawab menjaga Pancasila dari perilaku kelompok yang tidak pancasilais.

Wasatiyah Islam Menjadi Praktek Kebangsaan Indonesia

Profesor Azyumardi Azra dalam paparannya menegaskan dan mengkonfirmasi keberadaan Islam sebagai faktor utama kebangsaan Indonesia. Indonesia menjadi negara modern karena wasatiyah Islam, dan tidak mungkin menjadi Indonesia seperti sekarang jika kaum muslimnya bukan ‘ummatan wasatho’. Islam juga tidak ada masalah dengan demokrasi di Indonesia, artinya kompatibel.

“Jadi islam wasatiyah di Indonesia bukan lagi konsep, melainkan praktek sejak dulu. Islam lah yang menyatukan Indonesia. Sehingga Islam jelas menjadi berkah bagi Indonesia. Jika di Barat ada tesis yang mengatakan Barat besar karena etos/etika protestan, maka di kita Indonesia besar karena Islamic ethos. Dan kita sama-sama buktikan tesis ini,” tegasnya.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta ini mengatakan umat Islam dan keberagamaan Islam Indonesia mengalami perkembangan pesat dan akan mengalami apa yang disebut sebagai ‘moslem bonus demography’. Hanya saja tantangannya bagi partai Islam seperti PKS bagaimana peningkatan keislaman tersebut berbanding lurus dengan pilihan terhadap partai Islam.

“Perlu ada penelitian mengapa peningkatan keislaman tidak meningkatkan pilihan pada partai Islam? Ini tantangan bagi PKS,” ungkap Azra.


Jas Hijau, Jangan Lupakan Jasa Ulama dan Umat Islam

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengapresiasi pencerahan yang disampaikan Profesor Din Syamsudin dan Profesor Azyumardi kepada keluarga besar PKS dan publik tentang peran Islam dan umat Islam Indonesia.

Pria yang disapa HNW ini menguraikan khasanah sejarah pergulatan pemikiran dan peran kontributif tokoh Islam dalam sejarah bangsa, mulai dari peran tokoh-tokoh Islam di masa revolusi fisik, di seputar pembentukan dasar dan konstitusi negara, hingga saat mempertahankan kemerdekaan.

Betapa tokoh-tokoh Islam mempraktekkan prinsip-prinsip wasatiyah Islam, menerima Pancasila dan UUD 1945 sebagai final. Di sisi lain tokoh-tokoh nasionalis menjaga relasi yang harmonis antara Islam dan kebangsaan.

“Jadi, jangan menafikan Islam, karena Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Jangan menghadap-hadapkan, jangan mendikotomikan Islam dengan Pancasila, karena keduanya tidak bertentangan dan tidak terpisahkan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Ketua MPR RI 2004-2009 ini termasuk yang mempopulerkan istilah Jas Hijau, jangan sekali-kali melupakan jasa ulama dan umat Islam, bersamaan dengan Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Semata-mata karena kontribusi Islam yang teramat sangat besar bagi Indonesia.

Sumber :