Selasa, 07 Desember 2021

Fraksi PKS: Setuju RUU Kejaksaan RI, Wujudkan Profesionalitas dan Imparsialitas Kejaksaan


Jakarta (07/12) — Anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi menyampaikan catatan FPKS terhadap RUU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Pendapat tersebut disampaikan pada Rapat Komisi III DPR RI pada Senin, (06/12/2021) di Jakarta.

Dalam pembahasannya, meskipun menyetujui RUU tersebut ke tahap selanjutnya FPKS menyesalkan hilangnya frasa “dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah” sebagai dasar kewenangan penuntutan jaksa dalam Pasal 8 ayat (3) RUU Kejaksaan serta hilangnya rumusan norma pasal 17 RUU yang memberikan jaminan kesejahteraan yang adil dan layak bagi jaksa.

Lebih lanjut lagi, Fraksi PKS mencermati tiga poin utama yang menjadi sorotan dalam RUU Kejaksaan ini. Pertama, mengenai definisi dan kedudukan kejaksaan yang harusnya seimbang. 

Kedua, tugas dan wewenang jaksa sebagai aparat penegak hukum harus didasarkan pada penghormatan HAM atau Hak Asasi Manusia, dan Terakhir, terkait ketentuan larangan rangkap jabatan bagi Jaksa dan Jaksa Agung demi menjaga fokus, profesionalitas dan imparsialitas dari penyandang profesi jaksa itu sendiri.

“Saat ini pemahaman dan praktek yang berkaitan dengan fungsi jaksa sebagai pengacara negara perlu direkonstruksi ulang landasan konseptualnya agar selaras dengan sistem hukum nasional.” Ujar Legislator dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan I

Dalam penerapannya, RUU ini memperoleh legitimasinya secara ‘genuine’ atau tulus tidaklah lepas dari pandangan dan akomodasi yang diberikan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk menyelesaikan perampungan RUU tersebut ke tahap selanjutnya.

Apalagi dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga memperlihatkan adanya kelemahan dalam penormaan terkait masa jabatan Jaksa Agung sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan.

“Oleh karena itu, dengan proses penyusunan harmonisasi dan pembahasan RUU ini harus memperhatikan falsafah dari politik hukum ketatanegaraan sehingga perubahan yang diharapkan memiliki kesinambungan dengan reformasi kejaksaan di Indonesia yang memiliki fungsi dan kedudukan yang khas dalam sistem ketatanegaraan kita.” Jelas Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR.

Sumber :