Selasa, 06 Desember 2022

Solusi Pulangkan Pelaku Kejahatan Asal Indonesia di Singapura, FPKS Setuju RUU tentang Ekstradisi Buronan



Jakarta (06/12) — Anggota DPR RI Fraksi PKS Achmad Dimyati Natakusumah menanggapi Rancangan Undang-undang (RUU) Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan yang disahkan DPR RI dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa, (06/12).

Dimyati mengungkapkan bahwa perancangan RUU ini sangat penting, dan tidak ada alasan untuk menolak pengesahannya.

“RUU ini sangat penting karena berbagai persoalan berupa kejahatan lintas negara, antara lain narkotika, terorisme, perdagangan dan penyelundupan manusia serta pelarian aset-aset hasil korupsi menjadi hal yang perlu diselesaikan baik oleh Indonesia maupun Singapura,” ungkapnya.

Selain menjelaskan urgensinya, Ia juga menjelaskan beberapa catatan penting sikap PKS yang menurutnya masih kurang dalam RUU tersebut yakni tentang limitasi 18 tahun yang menurutnya kurang memaksimalkan diplomasi hukum.

“Saat ini, kita dihadapkan pada RUU Tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura Tentang Ekstradisi Buronan, meskipun PKS sepakat namun kami harus menjelaskan bahwa upaya diplomasi hukum ini belum maksimal dalam melindungi kepentingan nasional, khususnya terkait berlakunya perjanjian ekstradisi hanya dapat menjangkau tindak pidana yang terjadi 18 (delapan belas) tahun sejak perjanjian disepakati (2004),” terang Anggota Komisi III DPR RI ini.

Aleg PKS Dapil Banten I ini memaparkan bahwa dengan memberikan limitasi 18 tahun setelah perjanjian disepakati, maka hal itu tidak akan menjangkau buronan yang telah divonis namun tidak bisa diekstradisi karena tindak pidananya terjadi sebelum 2004.

“FPKS memahami rasionalitas masa berlaku surut tersebut selaras dengan ketentuan kadaluwarsa penuntutan, namun pemberian limitasi tersebut tentunya membatasi efektivitas pemberlakuan perjanjian ini,” ujarnya.

“Hal ini tidak akan maksimal, karena membatasi waktu khususnya terhadap buronan yang telah divonis dengan putusan berkekuatan hukum tetap namun tidak bisa diekstradisi karena tindak pidana tersebut terjadi sebelum tahun 2004,” tambahnya.

Sumber :