Sabtu, 08 November 2014

Duet Fadli-Fahri Sangat Penting bagi Jokowi-JK



PUBLIC enemy? Maksud saya, apakah dua Wakil Ketua DPR kita, Fadli Zon (Gerindra) dan Fahri Hamzah (PKS) sudah ‘berhasil’ jadi musuh publik karena komentar-komentar pedas mereka terhadap Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla? Tampaknya iya, jika mengamati komentar-komentar di media sosial dan kolom komentar berita terkait program dan aksi presiden dan para pembantunya.
Sementara politisi Demokrat, Ruhut Sitompul, meski partainya tidak kompak dengan PDIP, masih cocok sebagai bumper-nya presiden di parlemen, sebagaimana dia lakukan saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih berkuasa.
Di mata publik, Duet Fadli-Fahri– kita sebut keduanya dengan “Duet FF” – terlihat seperti emak-emak cerewet yang selalu nyinyir terhadap apa saja yang dikerjakan pemerintahan Jokowi-JK. Rencana pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dikritik keras, menteri blusukan dikritik, tiga Kartu Sakti Jokowi-JK dikritik, dan banyak lagi kritikan pedas terlontar dari mulut dari duet maut jebolan Koalisi Merah Putih itu dari ‘puncak’ Senayan. Komentar Duet FF selalu mendapat ‘serangan’ balik dari penikmat berita.
Berikut beberapa kritik Duet FF terhadap Jokowi and the gank serta satu komentar pemcaca pilihan saya :D pada berita terkait.

Soal Pemangkasan Subsidi BBM
Fadli: “Asumsi harga BBM di APBN kita sekarang itu 105 dollar AS per barel, sementara harga minyak dunia itu hanya 82 dollar AS per barel (turun dari 90 dollarAS per barel). Harusnya turun dong, kenapa malah naik?” ujar Fadli di Gedung DPR Senayan, Senin (3/11/2014). (kompas.com)
Komentar Pembaca: DeAjust, “Jokowi ngomongin mengurangi subsidi, zonk ngomong harga minyak dunia yg tdk relevan krn fluktuasi harga minyak dunia tdk berimbas dgn kesejahteraan rakyat. ketinggian lu ngomong.”
Fahri: “Kami mengusulkan ada kehati-hatian tingkat tinggi mencabut subsidi. Efek langsungnya kepada masyarakat agak seram,” kata Fahri di Gedung DPR Senaya, Senin (3/11/2014). Menurutnya, kenaikan harga BBM akan berdampak naiknya seluruh harga kebutuhan pokok. Dia khawatir kompensasi yang sebagai bantalan yang disiapkan Jokowi tidak tepat sasaran dan rakyat miskin makin menderita. (Tribunnnews).
Komentar Pembaca: Isen Omah, “Usulan fahri bagus, tiga kartu itu blm cukup, msh diperlukan bbrp kartu lagi utk rakyat miskin dan menjelang miskin krn efek kenaikan harga bbm. Apalagi kalo dibanding fasilitas2 yg diterima anggota dewan, yg diberikan kpd si miskin khususnya,rakyat umumnya terlalu kecil. Anggota dewan itu, buang sampah saja (lihat di kompleks dpr xbata), bungkus plastik sampahnya saja dibelikan negara lho….”
Namun, terkait isu pengurangan subsidi BBM ini kritikan Fahri cukup ‘lembut’. Politisi PKS ini menyatakan, pengurangan subsidi BBM oleh Presiden Jokowi tidak perlu meminta persetujuan DPR jika dilakukan sebelum 1 Januari 2015, karena masih menggunakan ruang fiskal APBN 2014. “Karena APBN hingga akhir 2014 sudah diketuk DPR periode sebelumnya. Nanti tinggal pertanggungjawabannya saja.”
Bahkan ada kesan Fahri bahkan membela Jokowi soal keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi. “Jangan mempersulit, pemerintah tidak harus meminta persetujuan DPR,” ujar Fahri. Jika DPR menghambat? “Tidak ada masalah. Yang baik akan kami dukung,” imbuh Fahri. (Tempo).
Komentar Pembaca: Masalimi Seeya, “Pak Beye telah menghabiskan subsidi BBM saat dia memerintah. Kini KMP (Koalisi Maling & Preman) mendorong Jokowi naikkan BBM secepatnya dan setinggi-tingginya. Mereka punya agenda gelap, kompori masyarakat untuk menolak dengan demo besar2an, alasannya kenaikan BBM menyengsarakan rakyat miskin, kebijaksanaan Jokowi tidak pro-rakyat. DPR-MPR ingin makzulkan Jokowi, JK diangkat dengan wakil Prabowo. Lihat saja, si Wowo dan Sengkuni Amien terus melakukan pendekatan ke JK.”

Soal Aksi Blusukan
Fadli: “Kalau jalan dengan publikasi ngajak wartawan, namanya pencitraan. Harusnya tidak ada media yang meliput. Tapi menjalankan pemerintahan bukan sekadar blusukan. Cuma sekali aja boleh lah, kecuali ada hal yang luar biasa. Mungkin supaya kelihatan kerja. Tapi kerja sebenarnya bukan itu,” kata Fadli di DPR, Jakarta, Kamis (6/11/2014). (suara.com)
Komentar Pembaca: La Hamisu, “Pekerjaan yang paling mudah dan bisa meningkatkan pencitraan diriadalah mengeritik. Lima tahun kedepan, KIH akan selalu dapat paket kiriman berisi kritik dari KMP.. Rumah Fadli Zon perlu diruwat kayak rumah Amin Rais.”
Fahri: “Jadi, jangan melihat masalah hanya di lapangan saja. Ingat, ada regulasi yang harus diselesaikan supaya masalah di lapangan itu tidak terulang,” ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jumat (7/11/2014), mengomentari aksi blusukan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri ke tempat penampungan Tenaga Kerja Indonesia. (Kompas.com)
Komentar Pembaca DenBagoess, “Semua bekerja sesuai tugasnya masing2, pemerintah sudah bekerja gerak cepat, DPR apa ya yang sudah dikerjakan selain cuma bertengkar mulu??”

Soal Tiga “Kartu Sakti”
Fadli: “Jangan sampai menabrak undang-undang yang sudah ada,” kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014). (Kompas.com) Kompas.com tidak menyediakan kolom komentar pembaca untuk berita ini.
Sebelum Pilpres, Fadli pernah mengkritik program kartu pintar dan sehat ala Jokowi. “Ya, kan kartu itu bisa saja dibuat-buat. Saya kira kalau kesehatan itu kan yang penting gratis. Sekarang kan ada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Itu salah kalau harus pakai kartu baru lagi, kan tinggal disempurnakan, supaya kalau masyarakat miskin mau ke rumah sakit harus diterima,” ujar Fadli di Jakarta, Senin (16/6/2014). (Kompas.com)
Komentar Pembaca indon indon, “Indonesia tidak butuh Fadli Zon.”
Fahri: “Kartunya saja itu kan mesti ditender. Kartu itu satu bisa seharga Rp 5.000. Ini Rp 5.000 kali 15 juta orang, sudah berapa coba? Program di atas Rp 1 miliar saja harus ditender, apalagi yang triliunan. Kan negara ini enggak main-main ya,” ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Rabu (5/11/2014). (Kompas.com)
Komentar Pembaca: Djamintan Pakpahan, “Kalo tdk tampil beda sama Jokowi, bukan Fahri atau Fadli Zon namanya, yg namanya KMP sudah diprogram hrs selalu beda dgn pak Jokowi. Persoalan ini akan selesai kala rakyat sudah mulai gerah n datang ke Senayan membungkam semua Politikus2 BUSUK ini. Jadi terus saja ribut biar rakyat cepat datangnya.”

Pembelaan Ruhut Sitompul
Ruhut “Poltak” Sitompul mengkritik balik para pengritik Jokowi terkait “Tiga Kartu Sakti”. “Mending pada berkaca dulu deh. Atau kalau enggak, saya bawa kaca gede-gede dari rumah, biar mereka ngaca,” ujar Si Raja Minyak di kompleks parlemen, Senayan, Jumat (7/11/2014).
Ruhut yang menyatakan apresiasi atas kartu-kartu tersebut melanjutkan, “Kalau mau mempermasalahkan (kartu sakti) itu, pemerintah harus datang ke mana ? Ingat, DPR ini jumlahnya 560 orang, bukan setengah di sini lalu setengah di sana,” lanjut Ruhut menyinggung masih adanya dua kubu, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, yang menjalankan agenda masing-masing di DPR. (Kompas.com)
Di situs berita merdeka.com, Ruhut meminta rekan-rekannya di DPR tidak mempersoalkan dasar hukum program “Kartu Sakti”. “Kita tahu Pak Jokowi sangat kooperatif. Kita enggak usah debatkan dasar hukumnya tapi Pak Jokowi janji kampanyenya mau realisasi,” tegas Ruhut yang mengklaim program KIS dan KIP merupakan kelanjutan program mantan Presiden SBY. “Kartu ini penjelmaan dari (pemerintahan) Pak SBY yang dulu, bagi kami enggak ada masalah. Apa arti sebuah nama, tapi program rakyat itu masih diharapkan kartu itu kelanjutan program Pak SBY,” ujarnya.
Biarkan para wakil rakyat itu terus bertengkar mengenai program-program pemerintahan Jokowi-JK. Saya bahkan sangat berharap Duet FF mempertahankan sikap mereka hingga akhir pemerintahan Jokowi-JK. Tak masalah meskipun keduanya menjadi musuh publik. Kritikan keduanya, kendati oleh sebagian besar publik tampak berlebihan dan merecoki kerja pemerintah, justru bermanfaat karena memberi tantangan dan mendorong pemerintah untuk bekerja lebih serius untuk membuktikan bahwa kritikan Duet FF salah besar. Siapa yang untung? Tentu saja kita sebagai rakyat Indonesia.
Pesan saya untuk Duet FF, teruslah mengkritik pemerintah sampai titik darah penghabisan! (Eddy Mesakh, kompasiana)

Sumber :