Minggu, 19 Juli 2015

Insiden Tolikara, DPR Minta Pemerintah Waspadai Adanya Perang Proxy


Jakarta (19/7) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mendesak pemerintah mewaspadai kemungkinan terjadinya potensi Perang Proxy (Proxy War) menyusul konflik yang terjadi di Tolikara, Papua, atas insiden pembubaran dan pembakaran rumah ibadah saat warga Muslim melaksanakan shalat idul fithri, jumat (17/8) kemarin. 
Selain itu, Sukamta juga meminta Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tidak parsial dan tidak reaktif.
Menurut politisi PKS dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu, di Papua, potensi konflik berkelindan antara suku, marga, budaya, ekonomi dan politik. 
“Semua menjadi satu, hybrid. Bisa jadi ada pihak-pihak tertentu yang mengambil manfaat dari situasi ini untuk memecah belah bangsa,” ujarnya, dalam konferensi pers yang diterima dakwatuna.com, Ahad (19/7).
Oleh karena itu, Sukamta menegaskan, pemerintah perlu mengambil kebijakan yang komprehensif dan tidak reaktif. Selain itu, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI tersebut juga meminta pemerintah memerhatikan kompleksitas kondisi Papua secara cermat dan serius.
“Jangan malah malah mengeluarkan statement yang justru menyebabkan konflik semakin menjadi,” tutur Sukamta.
Ketua DPW PKS DIY itu menjelaskan, bahwa secara umum warga di Tolikara, Papua, sudah hidup dalam bingkai perdamaian dan toleransi. Warga Muslim dan Kristen hidup berdampingan. Meskipun begitu, perang antar suku memang menjadi budaya. Dan resolusi damai biasanya dilakukan dengan pesta bakar batu antarsuku yang berkonflik. Di sana juga, lanjut Sukamta, sepertinya ada kecemburuan sosial. Belum lagi soal politik yang dinamis. Juga soal ancaman separatisme yang didalangi OPM baik dari dalam maupun luar negeri.
“Semuanya menjadi permasalahan yang harus ditangani dalam bentuk kebijakan pemerintah,” ujar Sukamta.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden Jokowi mengambil beberapa kebijakan terkait Papua. Menurut Sukamta, kebijakan ini yang sedikit banyak memengaruhi dinamika politik di Papua. Seperti polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Otsus Plus, kebijakan pelonggaran izin terhadap pers asing masuk ke Papua, termasuk kebijakan pemberian Grasi kepada tahanan-tahanan OPM.
“Sedikit banyak hal-hal tersebut mempengaruhi dinamika politik di Papua,” imbuh Sukamta.
Mantan Wakil Ketua DPRD DIY ini berharap, kasus Tolikara jangan sampai memunculkan kembali konflik antara aparat keamanan dengan warga sipil. 
“Jangan sampai ada yang memancing di air keruh dalam kasus ini, baik dari asing maupun dalam negeri. Jangan sampai kasus ini mempermulus jalan separatisme,” Sukamta mengingatkan.
Selain itu, lebih lanjut Sukamta mendorong pemerintah dengan aparat keamanan segera mengambil tindakan penegakan hukum. “Segera usut tuntas siapa aktor-aktor dan dalang insiden Tolikara, lalu proses secara hukum agar memberi efek jera. Saya kira ini cara efektif meredam kemungkinan Perang Proxy,” pungkas Sukamta
Sumber: