Senin, 12 Juni 2017

PKS: Peran TNI di RUU Terorisme Hanya Fungsi Intelijen




Jakarta (30/5) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai peran TNI harus tetap dibatasi dalam penindakan terorisme. 
Anggota Komisi I dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera menyebut peran TNI yang harus ditambah di dalam revisi Undang-undang Terorisme sebaiknya hanya terkait dengan fungsi intelijen.
"Kalau mau ada pelibatan TNI, sifatnya terbatas saja. Seperti dalam undang-undang TNI. Jadi harus jelas ruang bidangnya, salah satunya membantu Polri dalam bidang intelijen," ujar Mardani kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (30/5).
Menurut dia, TNI tidak usah dilibatkan di dalam operasi pemberantasan terorisme. Peran TNI sebaiknya hanya memberikan informasi intelijen mengenai bahaya terorisme kepada Polri. Seluruh operasi penindakan, kata dia, harus dilakukan oleh Polri. Mardani beralasan TNI merupakan kekuatan pertahanan Indonesia. Sebaiknya, TNI fokus pada pengembangan armada yang profesional.
"Kekuatan pertahanan kita masih minim. TNI sedang membangun TNI yang profesional dan pekerjaan itu belum selesai. Kan tidak bisa pekerjaan utama belum selesai sudah mengerjakan yang lain. Lebih baik fokus saja," ujarnya.
"TNI tidak usah tergoda cepat-cepat. Bangun saja kekuatan diri dulu, nanti akan ketemu jalannya. Bantuan intelijen saja cukup." lanjutnya. 
Wasekjen PKS ini menilai jika sumber daya Polri kurang, TNI bisa memberikan pelatihan tertentu. Tapi, ujung tombak tetap berada di kepolisian. Ia juga meminta pemerintah agar konsisten pada pemisahan Polri dan TNI. Jangan sampai hanya karena terorisme, tugas dua lembaga ini menjadi tumpang tindih.
"Ketika kita memisahkan TNI dan Polri, masing-masing sudah ada bidang garapnya. Jangan sampai prinsip besar ini dikalahkan oleh persoalan terorisme. Terorisme ini seperti kerikil, harus diperangi tapi dia kecil saja," ujarnya. 
Pemerintah, kata dia, dalam memberantas terorisme harus melakukan pendekatan preventif, bukan kuratif. "Karena itu perkuat intelijen, bukan penindakan," tutupnya.
Sumber :