Senin, 12 Maret 2018

Pemimpin Yang Baik Lahir Jika Masyarakat Berkualitas



Wakil Ketua MPR DR. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA., berada di tengah-tengah pengurus daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Provinsi Sumatera Utara, Minggu 11 Maret 2018. 

Kehadiran Hidayat Nur Wahid di tengah sekitar 400 anggota KAMMI se Sumatera Utara yang berkumpul di Lantai II Aula Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, itu dalam rangka menyampaikan materi Empat Pilar MPR RI.

Hidayat Nur Wahid (HNW) sebagai pemateri didampingi oleh anggota MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F PKS) Ansory Siregar SE., MM., Ketua PD KAMMI Sumatera Utara Mangaraja Harahap, M.Si. Dan, Arri Aliansyah Siregar, S.HI., Ketua KAMMI Medan.

Hidayat Nur Wahid dalam kesempatan itu menegaskan bahwa UUD Tahun 1945 telah mengalami perubahan empat kali tahap. Dari perubahan tersebut diungkapkan dalam UUD NRI Tahun 1945 sekarang ada 21 Bab, 77 Pasal, dan 170 Ayat. Sebelum diamandemen hanya terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, dan 49 Ayat.

Dari perubahan tersebut maka terjadi perubahan yang sangat besar. "Sekarang Presiden dipilih langsung oleh rakyat," ujarnya. Dengan adanya pemilihan Presiden langsung, menurut HNW, UUD memberi kekuasaan tertinggi pada rakyat. "UUD memberi kekuasaan yang luar biasa pada rakyat," ujarnya.

Meski demikian ditegaskan oleh HNW agar masyarakat cerdas dalam menggunakan haknya ini. "Bila masyarakat berkualitas maka akan menghasilkan pemimpin yang baik," ujarnya.

Lebih lanjut HNW memaparkan, ketika Pancasila 22 Juni 1945 disepakati, ada pihak yang merasa keberatan dengan Sila I. Menanggapi tuntutan tersebut tokoh-tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia 9 yang berasal dari Muhammadiyah, NU, Syarekat Islam, dan kelompok Islam lainnya rela menghapus tujuh kata dalam Sila I. 

"Sila I Pancasila sekarang masih menjelaskan ketauhidan agama Islam," paparnya. "Tokoh Islam di Panitia 9 mendahulukan kepentingan bangsa," tambahnya. HNW mengajak membayangkan bagaimana bila kemauan mereka ditolak oleh para ulama. "Jadi di sini menunjukan ulama kita sangat toleran," tegasnya.

Dan HNW menceritakan, Indonesia sejak tahun 1946, karena ditekan oleh Belanda dengan berbagai cara membuat bangsa ini bentuk negaranya tidak lagi NKRI namun menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). 

Hal demikian akhirnya disadari oleh politisi partai Islam, Masyumi, Muhammad Natsir di tahun 1950. Pada 3 April 1950, Natsir menyatakan Mosi Integral. Dalam mosi itu Natsir menyatakan RIS tidak sesuai dengan cita-cita 17 Agustus 1945. 

Keinginan untuk kembali ke NKRI oleh Natsir lewat Mosi Integral itu didukung oleh Soekarno, Hatta, dan semua politisi. "Dari mosi integral tersebut akhirnya Indonesia kembali ke NKRI," ujar HNW. "Dari sinilah tokoh Masyumi, partai Islam, berhasil menyelamatkan Indonesia," tegasnya.

Dari paparan di atas, HNW menyebut tak mungkin saat ini ulama anti-NKRI karena pendahulunya adalah penyelamat NKRI. "Ulama menyelamatkan NKRI," paparnya.

Sumber: