Jumat, 25 Agustus 2023

Dr. Syahrul Aidi: Saatnya Pengurus Merapikan Manajemen Masjid Secara Profesional


Pekanbaru – Di tengah arus perubahan sosial kemasyarakatan yang begitu cepat, pengurus masjid diharapkan mampu mengelola masjid secara profesional. Salah satu caranya adalah menerapkan manajemen masjid yang tepat.

Hal itu disampaikan oleh anggota DPR RI Fraksi PKS Dapil Riau 2, Dr. Syahrul Aidi Maazat Lc MA saat kegiatan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Idarah Kemakmuran Masjid Indonesia (IKMI) Wilayah Riau pada Sabtu (20/8/2023) di Aula Gedung IKMI Riau.

Harapan Dr. Syahrul Aidi ini bukan tanpa alasan. Karena dia melihat selama ini pengelolaan masjid yang belum profesional. Dan itu berpengaruh kepada makmurnya masjid itu.

“Banyak fenomena-fenomena baru yang saya temukan selama ini. Ada masjid besar, tapi jamaah kurang. Ada kas masjid yang puluhan juta, namun tidak produktif dan konstruktif. 

Ada juga tiap tahun bangunan-bangunan masjid yang dirobohkan, ini menandakan kurang profesional dalam perencanaan dan tidak memikirkan amal jariyah dan niat donatur, ” terang Dr. Syahrul Aidi di hadapan perwakilan pengurus IKMI se-Riau.

Menurut ketua IKMI Kampar ini, ada 4 model manajemen masjid yang harus diterapkan oleh pengurus masjid agar dana ummat tepat sasaran.

Pertama adalah manajemen pembangunan yang tepat sasaran. Manajemen pembangunan harus terencana. Kapan perlu menggunakan jasa konsultan agar dana ummat yang terpakai benar-benar terencana sehingga tidak perlu ada perombakan bangunan setelah jadi.

“Jangan sampai bangunan tahun kemarin dirobohkan sekarang karena tidak lagi sesuai dengan keadaan kekinian. Bahkan ada juga kita temukan sudah belasan tahun masjid itu tidak selesai pembangunannya. Ada saja yang harus diperbaiki. Ini membuktikan pembangunan tidak terencana, ” katanya mengingatkan.

Dia mencontohkan pembangunan WC khususnya WC perempuan yang tidak syar’i. Sehingga bentuk bangunan memungkinkan mengumbar aurat muslimah tanpa sengaja. Belum lagi bangunan pendukung lainnya.

Kedua adalah manajemen ibadahnya. Manajemen ibadah perlu diatur sedemikian rupa. Salah satu item yang harus diperhatikan adalah saatnya pengurus dan jamaah menggaji imam masjid. Khususnya imam tetap shalat ratib (shalat wajib). 

Memang ada katanya perbedaan pendapat atas hal ini. Tapi kondisi masa lalu tidak bisa disamakan lagi dengan sekarang.

“Dulu para imam ini memang tidak digaji. Tapi yang perlu dicatat jamaah rutin memberikan kebutuhan harian seperti beras, buah-buahan, sayur mayur kepada para imam. Kebiasaan itu tidak ada lagi saat ini. Imam juga seperti kita banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.” ucap alumni Al Azhar Kairo ini.

Salah satu efek kesejahteraan imam yang kurang ini adalah para imam yang tidak sesuai standar, khususnya adalah pada bacaan. Dia juga menyebut saatnya para hafizh muda diberdayakan. Memang dia tidak memungkiri sudah ada beberapa masjid yang menggaji imam, tapi itu masih sebagian kecil.

“Masjid cantik, megah, tapi imamnya tidak standar. Tidak akan makmur masjid, jika imamnya tidak standar. Imam berkualitas pasti butuh kenyamanan mereka.” ucapnya lagi.

Ketiga katanya adalah dibutuhkan manajemen taklim (kajian) yang benar. Para da’i memberikan ceramah yang menyejukkan, menjawab pertanyaan ummat. Para da’i jangan mendakwahkan kajian-kajian yang khilafiyah yang tidak dikuasainya. Malah itu akan membuat ummat makin bingung.

Keempat adalah Manajemen Keuangan yang profesional. Harus jelas infak masjid dapat digunakan segala sesuatu untuk aktifitas masjid. Ada ditemukan masjid tidak bisa mengelar ceramah agama karena katanya infak masjid tidak bisa dipakai untuk itu.

Dia juga miris ketika kotak infak yang ada hanya kotak infak pembangunan dan anak yatim. Padahal para fakir di sekitar masjid yang tidak kalah banyaknya. Harusnya masjid dapat menjawab solusi mereka. Maka setiap mengisi kajian di masjid dia menggalang program ‘Masjid Peduli’ para fakir miskin. *

Sumber :