Sabtu, 16 Maret 2024

Aleg PKS Tegaskan Penentuan Otoritas Kawasan Aglomerasi pada RUU DKJ Harusnya Ditetapkan Presiden Mendatang


Jakarta (13/03) — Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera menekankan bahwa penentuan kepala otoritas Kawasan Aglomerasi yang diatur dalam RUU Daerah Keistimewaan Jakarta (RUU DKJ) harusnya ditetapkan oleh Presiden yang terpilih periode 2024-2029 mendatang.

Sebab, menurutnya, tidak etis jika presiden terpilih nantinya hanya menjalankan UU yang dibuat oleh Pemerintahan sebelumnya.

Mardani mencontohkan, saat ini Presiden Jokowi menunjuk Wapres Ma’ruf Amin sebagai otoritas yang berwenang mengelola otonomi Papua, termasuk mengelola perekonomian syariah. Sehingga, Presiden Jokowi memiliki otoritas untuk menunjuk siapa yang akan mendapat tugas khusus tersebut.

“Tapi, yang aneh di sini sebelum dia (presiden nantinya) dilantik tapi (RUU DKJ) ini dibuat presiden sekarang. Presiden nanti kewenangannya dipotong, harus ikuti undang-undang karena presiden menjalankan undang-undang,” jelas Mardani, di Jakarta, Selasa (12/03/2024).

“Tapi, yang aneh di sini sebelum dia (presiden nantinya) dilantik tapi (RUU DKJ) ini dibuat presiden sekarang. Presiden nanti kewenangannya dipotong.”

Karena itu, menurutnya, Presiden terpilih nantinya tidak bisa menolak untuk tidak menetapkan Wakil Presiden sebagai otoritas yang mengelola aglomerasi DKJ. Kecuali, harus mengajukan revisi UU tersebut sehingga sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Presiden kepada otoritas yang ditunjuk.

“Walaupun saya bincang dengan tim Kemendagri, saya tanya kenapa tidak ke Menteri (untuk mengelola aglomerasi) harus ke Wapres? (Mereka bilang) kalau diserahkan kepada Menteri, kompleks (urusannya), ada (keterlibatan) Kementerian Keuangan, Pertanahan, dan sebagainya. Kalau (diserahkan ke) Wapres maka seluruh sekat-sekat kementerian bisa melebur,” ujar Anggota Baleg DPR RI tersebut.

Meskipun demikian, Politisi Fraksi PKS ini menduga bahwa dengan diserahkan otoritas Aglomerasi kepada Wapres, akan ada kepentingan bisnis yang coba dilindungi.

Hal itu, menurutnya, merujuk kepada salah satu tokoh bisnis di Hongkong yang memiliki bisnis properti yang terhubung dengan jejaring transportasi, seperti LRT dan MRT, dalam sistem Transit Oriented Development (TOD).

Sumber :