Sabtu, 01 Februari 2014

Yulyani, Perempuan Inspiratif dari Jatim untuk Indonesia


Saya tidak mengenal Bu Yulyani secara pribadi. Tapi, saya mengenal suami beliau, Pak Amin. Saya menulis ini juga lantaran baru saja Pak Amin silaturahim ke rumah saya di Lumajang. Setelah beberapa kali berjanji akan berkunjung ke rumah, akhirnya Allah berkenan memudahkan beliau siang tadi untuk mampir ke rumah. Pas, hari ini saya juga tidak ada agenda ke luar kota sehingga kami dapat bertemu. Pertemuan yang direncanakan dadakan ternyata dapat terealisasi ketimbang pertemuan yang direncanakan seminggu atau beberapa hari sebelumnya.

Berkenalan dengan Pak Amin bermula ketika kami berdua menjadi salah satu pembicara di kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Goes to Pesantren bulan September 2013 lalu di Jember. Mungkin ada 3 atau 4 kali Pak Amin menemukan artikel dan foto saya di koran yang kemudian dipotret lalu dikirimkan pada saya via BB. Dari Pak Amin, saya jadi tahu bila ada tulisan saya yang dimuat oleh media.
Pada awalnya, saya tidak tahu bila Pak Amin adalah suami dari Bu Yulyani. Di benak saya, nama ‘Yulyani’ cukup familiar karena kerap kali saya membaca kiprah beliau di media massa, terutama ketika masih menjadi anggota legislatif DPRD Kota Surabaya 2004-2009. Tahun 2010, Bu Yulyani juga sempat digadang-gadang untuk menjadi Calon Walikota Surabaya. Namun demikian, keberadaan Bu Yulyani tidak terlalu masuk dalam rekaman pikiran saya selain imej yang terbangun dalam mindset saya bahwa beliau adalah ‘perempuan kritis yang harum namanya’.
Saya baru mengetahui bahwa Bu Yulyani adalah istri Pak Amin justru dari seorang walimurid asal Jember yang anaknya juga sekolah pada yayasan yang sama dengan putri saya di Surabaya. Sang Wali murid yang mengetahui bahwa saya dan Pak Amin menjadi pembicara di kegiatan di Jember kemudian tiba-tiba bercerita tentang Pak Amin dan Bu Yulyani yang memiliki putra kuliah di fakultas di mana saya menjadi ketua pada organisasi kewanitaannya.
Gara-gara komentar dari Sang Wali murid itulah yang membuat saya tiba-tiba tergerak untuk mengetahui lebih jauh tentang Bu Yulyani. “Pak Amin dan Bu Yulyani itu ya kayak Mbak Iis sama suami. Yang suami pada pendiam enggak banyak tingkah, yang istri yang enggak bisa diam banyak aktifitas, mobilitas dan sering ke mana-mana. Wis, persis. Plek…” celoteh Bu Evie, istri dari dokter Spesialis Saraf asal Jember tersebut. Upsss…  
Dari Bu Evie itulah saya mengetahui bagaimana sepak terjang Sang Ummu Hamas, nama panggilan dari Bu Yulyani. “Mbak Yul itu memang senang dipanggil Ummu Hamas. Hamas itu nama anaknya yang pertama. Dulu itu sebelum ada sekolah-sekolah Islam Terpadu, ya Ummu Hamas itu yang mencanangkan pada setiap kabupaten yang  memiliki kantor DPD di Jawa Timur untuk mendirikan minimal PADU atau TK Islam Terpadu. Waktu itu Ummu Hamas jadi Ketua Bidang Kewanitaan. Kalau lihat sekarang, gak sangka bisa sampai bertebaran sekolah-sekolah Islam Terpadu sampai SMP atau SMA di Jawa Timur ini, Mbak Iis. Ada jasanya Ummu Hamas di situ…,” cerita Bu Evie.
Banyak lagi yang dikisahkan Bu Evie tentang Bu Yulyani. Jujur saja, mendengar begitu banyak kiprah yang ditorehkan beliau, semakin ciut nyali ini rasanya. Aduuuuuh, jauh sekali rasanya apa yang selama ini sudah saya lakukan dengan banyaknya perjuangan beliau untuk masyarakat. Keshalihan beliau pun berasa hanya dengan mendengar cerita Bu Evie tentang Bu Yulyani yang memiliki seabrek profesi selain sebagai ibu 4 anak, pengusaha, politikus, dan aktivis gerakan dakwah.  
 Suatu hari, saya iseng bertanya pada seorang Ketua Jurusan Teknik Informatika di sebuah kampus di Surabaya yang menjadi pembina Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kota Surabaya di mana saya juga ikut bergabung di dalamnya.
“Pak, kenal Bu Yulyani? Bu Yulyani dari PKS?” tanya saya via inbox di Fb.
“Saya tahu Bu Yulyani, tapi beliau pasti enggak tahu saya. Saya kagum dengan beliau. Saat jadi anggota DPRD Surabaya, perjuangannya luar biasa. Termasuk hal-hal terkait pajak reklame,” jawab beliau.
Waaaaah… Mendengar komentar beliau, entah kenapa hati saya jadi ikut berbunga-bunga. Tak cukup dengan informasi yang ada, saya pun mencoba mem-browsing rekam jejak beliau di Google. Hmmm, ternyata memang benar banyak prestasi yang pernah ditorehkan Bu Yulyani. Aktivis kewanitaan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini ketika menjadi Anggota Legisltif (Aleg) memperoleh penghargaan sebagai Kartini Tangguh Surabaya 2008 versi Radar Surabaya, Career Women in Development Golden Award 2006 di Jakarta, Women of the Year 2006 (Bidang politik) di Jakarta, The Best Executive 2006 di Jakarta, Citra Insan Pembangunan 2006 di Jakarta, dan Anggota Dewan Terbaik 2006 PKS Jatim versi liputan media. Bu Yulyani yang pernah menjadi marketing dari Dannis Collection ini juga pernah memperoleh penghargaan The Best Marketing & Performance Indonesia Exotica 2003 di Kuala Lumpur dan The Best Marketing & Performance Indonesia Exotica 2002 di Singapura. Selama 8 kali berturut-turut menjadi The Best Seller Dannis Collection.
Masa muda Bu Yulyani juga banyak menorehkan prestasi. Beliau pernah menjadi Mayoret Terbaik se-Sumatera Bagian Selatan, Pembaca Puisi Terbaik se-Bengkulu, Remaja Berprestasi Provinsi Bengkulu, dan Pembaca Puisi Terbaik Nasional. Pengalaman kepemimpinan dan berorganisasi Bu Yulyani tertempa karena pernah aktif di sejumlah organisasi Islam, yaitu sebagai Ketua PII Bengkulu, Bendahara HMI Bengkulu, dan  Bendahara Angkatan Muda Muhammadiyah.
Sejumlah situs memuat biodata Bu Yulyani. Beliau  yang lahir di Bengkulu, 6 Juli 1968 ini pasca menjadi Anggota Dewan DPRD Kota Surabaya 2004-2009 ternyata terus berkiprah sebagai pengurus KADIN Jatim (Ketua Komisi Tetap Indonesia Bagian Barat 2009-2014), Pendiri LSM Gerakan Hati Indonesia tahun 2010, Manager Renang Indah Jatim 2011, Pengurus KONI Jatim tahun 2010-2015, Bendahara Umum PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) Jatim tahun 2010-2015, dan Direktur Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (FeLC) Surabaya.
Perempuan cantik berkulit putih ini dikenal sebagai kader militan. Mengutip dari sebuah situs, Bu Yulyani ini ternyata adalah anak dari keluarga terpandang. Ayahnya adalah seorang datuk kepala budaya serta imam masjid besar di daerahnya. Sejak anak-anak, Bu Yulyani sudah aktif di Kepanduan atau Pramuka dan ketika SMA terpilih menjadi pelajar teladan serta menjadi ketua OSIS. Ia dikenal pandai menari, main gitar, bermain di sanggar, pidato, bahkan ikut kelompok mahasiswa pecinta alam.
Ada satu kesamaan dari saya dengan Bu Yulyani ketika merintis usaha. Ternyata, ia juga meminjam uang pada suaminya. Hehehe…  Btw, buat saya, beliau setidaknya sudah memiliki 3 jenis kemandirian dasar dari perempuan yang harus diberdayakan. Yaitu, kemandirian ekonomi, kemandirian intelektual, dan kemandirian sikap. Dan rasanya, sebagaimana pengakuan suaminya kepada saya, Bu Yulyani itu memang hebat. Bahkan Pak Amin pun belum tentu mampu berprestasi sebagaimana Sang Istri…
Hmmm, buat saya, Bu Yulyani termasuk perempuan inspiratif. Sulungnya sedang dalam penyelesaian studi di Ekis UA dan dua anak lainnya baru masuk Kedokteran UJ dan ITB. Si bungsu masih SMA. Saya yakin, kemandirian dan karakter Bu Yulyani juga diwariskan kepada anak-anaknya. Sebagai seorang perintis tarbiyah bagi keluarga dan wanita di Jawa Timur, saya yakin Bu Yulyani tak abai pada prinsip al-ummu madrasatul ‘ula. Semoga yang baik dari beliau dapat menjadi ilmu dan hikmah bagi banyak ummahat. Dan semoga perjuangan beliau dalam Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendatang dalam ridha-Nya. Insya Allah, Allah akan memberi yang terbaik untuk beliau dan keluarga.
Wallahua’lam bish showab.
Sumber :